SIFAT-SIFAT DASAR AL-MASIH 'ISA : PENGESAHAN MENURUT BUKTI-BUKTI (I)
Bentuk Insani Isa Al Masih         
Dia Disujud oleh Yahya     
Kehidupan dan Penciptaaan -- 
    Sifat Milik Pribadi-Nya 
Musa Didorong, Sedangkan Isa 
    Tidak 
Isa Menghembuskan Kehidupan; 
    Musa Tidak 
Musa Harus Dipersiapkan; Isa 
    Sudah Siap 
Musa Rasa Asing dengan Kuasa 
    Allah; Isa Sudah Biasa 
Makna ‘Dengan Izin Allah’ 
Keunikan Penguatan Tersebut     
Dia Berserta Allah  
Dari Tanah ke Tanah atau Dari 
    Allah ke Allah
    
Dia Tidak Berdosa   
Ketiada-dosaan Isa Ditunjukkan 
    oleh Penentangan Orang-orang Munafik. 
Ketiada-dosaan Isa Ditunjukkan 
    dengan Dia Diangkat  ke Sisi Allah 
Kesimpulan  
 
    
      
    
    
Firman Kehidupan Kekal Ada 
    Bersamanya         
    
    Kuasanya untuk Menghapus dan 
    Mengampuni Dosa-dosa  
Dia Adalah Pengetahuan Tentang 
    Hari Kiamat
    
Ciri-ciri Penghakiman Isa  
Dia yang Memusnahkan Si Dajjal         
Gambaran-gambaran Isa    
Al-Qur’an, atau Kitab Allah 
Nama Keagungan Allah
Wajah Kehidupan Yang Akan Datang
Kesimpulan  
    
SIFAT-SIFAT DASAR AL-MASIH 'ISA : PENGESAHAN BUKTI-BUKTI 
    (I) 
Dalam 
    penyelidikan ilmiah, jika seorang ilmuwan menggunakan dua metode/kaedah yang 
    berlainan tetapi mendapat hasil penemuan yang sama, ini akan memberinya satu 
    ukuran kepastian bahwa penemuannya adalah benar dan sahih.  Dan jika ia menggunakan tiga 
    metode/kaedah yang berlainan pula dan ketiganya memberi keputusan yang sama, 
    maka keyakinannya akan diperkokohkan dan tidak mungkin akan dimungkiri lagi.
         Masih ada lagi bukti-bukti lain tentang 
    Isa Al Masih adalah Firman Allah yang Kekal walaupun dalam hal ini sudah banyak 
    pengamatan dan penemuan yang kita kumpulkan.  
    Masih banyak lagi buktinya.  Dalam 
    Bab ini dan Bab seterusnya, kita akan memeriksa semua penemuan kita dalam 
    pelbagai cara untuk melihat apakah iman kita itu benar dan sahih.
         Mari kita mulai lagi dari permulaan. 
    
     
    
    
Bentuk Insani Isa Al Masih 
Dalam 
    cara bagaimanakah Firman Allah yang Kekal itu akan mengambil bentuk seorang 
    manusia?  Apakah Allah akan membentuknya sama seperti 
    Dia membentuk Adam, dari tanah?  Atau 
    apakah Dia akan membiarkan dia datang melalui persetubuhan antara seorang 
    laki-laki dan seorang wanita?
         Kedua-duanya tidak!  Karena jika Allah mengikuti cara-cara sedemikian, 
    kita akan mendapat satu kesan bahwa Firman itu adalah satu makhluk sama seperti 
    Adam dan keturunannya. Tidak! Kedatangannya bukanlah seperti Adam ataupun 
    kita semua.  Kedatangannya ke dunia 
    ini tidak termasuk dalam apa-apa orde ciptaan sekalipun.  
    Sesungguhnya, dia merupakan satu perwujudan, 
    dan bukannya satu penciptaan.  Bila 
    Isa datang ke dunia ini, dia adalah satu-satunya pengecualian atas orde ciptaan.
         Jika Isa termasuk dalam orde ciptaan, 
    dan Allah menghendaki kita semua mengetahui bahwa dia hanyalah satu makhluk 
    biasa saja, Allah mungkin saja akan membentuknya sama seperti Adam, atau biarkan 
    dia dilahirkan sama seperti nabi-nabi yang lain.  Tidak ada kerendahan martabat mengenai kedatangan 
    manusia dari penyatuan seorang laki-laki dan seorang wanita; semua manusia-manusia 
    agung telah dilahirkan dengan  cara 
    sedemikian.  Hanya Isa saja yang berlainan.
         Jadi pembentukan Isa tidak sama seperti 
    pembentukan kita dan tidak juga seperti Adam.
         Menurut Al-Qur’an, bagian Roh bagi Adam ialah  yang ‘ditiupkan roh ciptaan-Ku ke dalamnya...’
    
    [117]
    
    
         Adam tidak diberikan Roh itu tetapi ditiupkan 
    ke dalamnya dari Roh itu untuk memberikan 
    kehidupan kepadanya.  Sebaliknya, kita 
    tidak pernah diberitahu bahwa  Isa ditiupkan ke dalamnya dari Roh itu, atau bahwa Roh itu diberi 
    kepada Isa.  Tapi kita diberitahu bahwa 
    Isa adalah suatu Roh yang datang 
    dari Allah. Ke dalam Maryamlah yang dihembuskan,
    
    [118]
    
     untuk menyediakan bentuk manusia kepada Firman Allah itu.
         Lantas Isa adalah suatu Roh dari Allah 
    yang diambil-bentuk dalam satu bentuk manusia. Qashani menyatakan, ‘Dia adalah 
    satu roh dalam satu bentuk manusia spirituil yang sempurna’.
    
    [119]
    
      Adalah tidak mengherankan ditemukan dalam Al-Qur’an bahwa Isa mempunyai kuasa hembusan 
    yang memberi kehidupan
    
    [120]
    
     dalam mencipta burung itu.
         Ibn ‘Arabi perhatikan bahwa kedatangan 
    Isa ke dunia ini tidak mengikut pola penciptaan manusia.  Dia berkata:
    
     
    
    
Bila Allah membentuk badan manusia, Dia berkata: 
    ‘Bila Aku membentuknya, Aku meniup ke dalamnya’...tapi [tubuh] Isa tidak seperti 
    itu, karena pembentukan tubuhnya dan bentuk insaninya adalah melalui penghembusan 
    spirituil, sedangkan semua manusia yang lainnya tidak seperti itu.
    
    [121]
    
    
    
     
    
    
         Qashani menjelaskan kenyataan di atas 
    dengan kata-kata berikut:
    
     
    
    
Allah membentuk tubuh setiap manusia, kemudian ditiup-Nya ke dalamnya setelah pembentukan tubuh badan tersebut...tetapi 
    Isa tidak diperbuatkannya sedemikian, karena Dia [Allah] meniupkan ke dalam 
    ibunya zat-zat tubuh badannya...maka kerohanian menjadi sebagian dari tubuhnya.
    
    [122]
    
    
    
     
    
    
         Jadi menurut Ibn ‘Arabi dan Qashani, setiap 
    manusia dicipta pertamanya pembentukan tubuh mereka, kemudian diikuti dengan 
    peniupan Roh.  Tetapi dalam kasus Isa, 
    zat-zat tubuhnya terbentuk sebagai satu akibat dari peniupan Roh.  Setelah pembentukan tubuh itu, tidak ada lagi 
    peniupan dari Roh ke dalam tubuh Isa. Aktivitas Roh itu dibatasi sampai pada 
    penyediaan satu tubuh untuk Firman Allah, yang sudah hadir sebelumnya.
         Jadi, kedatangan Isa ke dalam dunia bukanlah 
    satu penciptaan tetapi satu perwujudan, melalui tubuh yang telah disediakan 
    oleh Roh.  Semua ini adalah sejajar 
    dengan apa yang kita tegakkan sejak awal lagi: yaitu Isa adalah Firman Allah 
    yang Kekal dan Tidak Dicipta.
    
     
    
    
Dia Disujud oleh Yahya 
    
     
    
    
Seperti 
    yang telah kita lihat di Bagian 2, Bab 2; walaupun Yahya adalah seorang nabi 
    yang besar,
    
    [123]
    
     disebut dalam Al-Qur’an 
    sebagai seorang sayed
    
    [124]
    
     (yang bermaksud ‘pemimpin orang-orang beriman’
    
    [125]
    
     dan ‘seorang yang patut dicontohi dalam agama’
    
    [126]
    
    ), namun dia bersujud di dalam rahim ibunya kepada Isa.  
    Kita diberitahu oleh Ibn ‘Abbas ‘penyujudan Yahya dalam rahim ibunya 
    ialah ‘iman kepercayaannya’ bahwa Isa adalah Firman Allah itu’
    
    [127]
    
    
         Jadi nabi besar Yahya, ketika bertemu 
    dengan Isa di dalam kandungan, percaya bahwa Isa adalah Firman Allah, dan 
    penyujudannya kepada Isa adalah suatu respon yang sewajarnya dan sebagai satu 
    ungkapan imannya.
         Dan kita tahu bahwa sujud adalah satu 
    bentuk penyembahan, dan penyembahan seperti itu hanya layak bagi Allah saja.  
    Apakah penyujudan Yahya terhadap Isa sebagai Firman Allah itu merupakan 
    satu indikasi yang jelas bahwa Isa itulah Firman Allah yang Kekal, Tidak Tercipta 
    dan Ilahi?  Karena jika Yahya bersujud kepada sesuatu yang 
    tercipta, bukankah itu dianggap sebagai syirik, yaitu dosa yang menyamakan sesuatu yang lain sama dengan Allah?
         Coba renungkan lebih jauh lagi: ketika 
    Yahya sujud  dia adalah enam bulan 
    dalam rahim ibunya.  Adakah dia melihat 
    Isa dalam kandungan Maryam agar dia merasa kagum dengan kualitas apa saja 
    yang ada pada Isa? Tidak, sesungguhnya dia tidak!  
    Isa tidak bisa kelihatan langsung karena dia berada baru beberapa hari 
    saja dalam kandungan Maryam.  Jadi, 
    ketika Yahya bersujud dia sebenarnya sujud kepada Firman Allah merupakan sifat 
    dasar ilahi Isa.
         Di samping itu, adakah Yahya sujud sebagai 
    satu perbuatan kemauan dirinya sendiri atau sebagai satu pekerjaan inspirasi?  
    Apakah Yahya sadar dan bisa mengawal penyujudan itu, atau ia didesak 
    dan didorong oleh suatu kuasa spirituil?  
    Sudah tentu karena dorongan kuasa spirituil! Allah-lah yang menggerakkan 
    janin enam bulan Yahya untuk sujud kepada Isa.  
    Dan jika Allah menghendaki Yahya sujud kepada Isa, bukankah itu satu 
    pengesahan syurgawi bahwa Isa sesungguhnya adalah Firman Ilahi Allah Yang 
    Hidup itu?
         Bukan itu saja, Razi memberi satu sebab 
    mengapa Nabi Yahya diberikan namanya sedemikian:
    
     
    
    
Yahya adalah yang pertama percaya dalam Isa, maka 
    hatinya menjadi hidup dengan iman [dalam Isa] itu.
    
    [128]
    
    
    
     
    
    
         Jika iman terhadap Isa tidak lebih dari 
    satu iman terhadap seorang nabi, mengapa nabi besar seperti Yahya dihidupkan 
    hatinya dengan iman tersebut?
         Dan bagaimana Yahya menunjukkan iman itu?  
    Dengan sujud sembah.  Hanya Allah dan Firman-Nya yang membawa kehidupan 
    kepada hati-hati yang mati, bahkan juga hati nabi-nabi besar.  Kita kini bisa mengerti mengapa dan apa yang 
    ditulis oleh para nabi tentang Isa.  Yaitu 
    untuk mempercayainya sebagai Firman Allah yang kekal yang memberi kehidupan 
    baru.
         Yahya tidak membaca tulisan-tulisan apa 
    lagi mendengar kata-kata yang membuatnya sujud kepada Isa, dan menyebabkan 
    hatinya berdebar-debar dengan kehidupan yang dibawa oleh iman itu.  Sebaliknya dia bertemu dengan Firman Allah 
    itu secara pribadi, walaupun ketika itu dia masih berada dalam rahim Maryam.
         Jika seorang nabi besar sujud kepada Isa 
    Firman Allah, maka semua manusia juga harus berbuat demikian.
         Jika seorang nabi besar butuhkan kehidupan, 
    dan ia telah diberikan kepadanya dengan menaruh iman dalam Isa Firman Allah, 
    apa lagi bagi manusia biasa yang memang membutuhkan kehidupan tersebut.
         Jika ada orang menyembah dan sujud kepada 
    Isa sebagai Firman Allah yang Ilahi, mereka bukan saja mengikuti jejak dan 
    tradisi nabi besar dan sayed Yahya, tetapi juga satu contoh 
    yang digerak dan didorong oleh Allah Sendiri untuk menghormati Firman-Nya, 
    Isa Al Masih.
    
     
    
    
    
     
    
    
Kehidupan dan Penciptaaan -- Sifat Milik Pribadi-Nya 
    
     
    
    
Menurut 
    Al-Qur’an, membangkitkan orang mati 
    dan penciptaaan adalah dua daripada sifat milik Ilahi Allah.  Tidak ada seorangpun yang bersekutu dalam kekuasaan 
    ini dengan Allah,
    
    [129]
    
     sampai ke tahap yang terkecil sekalipun.  
    Namun Allah dengan sengaja memberi sifat milik Ilahi ini kepada Isa.
    
    [130]
    
    
         Justru Al-Qur’an membuatnya begitu jelas bahwa Isa mempunyai kuasa untuk 
    mencipta sesuatu dari tanah liat, di mana ada yang menyamakannya dengan kasus 
    penukaran tongkat Musa menjadi ular.  Walau 
    bagaimanapun, jika kita membaca dengan teliti dari ayat-ayat tersebut dalam 
    Al-Qur’an, akan membuktikan kepada 
    kita bukan begitu halnya.
    
     
    
    
Musa Didorong, Sedangkan Isa Tidak 
    
     
    
    
Dalam Al-Qur’an, 
    Allah bertanya kepada Musa:
    
     
    
    
Apakah 
    yang ada di tangan kananmu, hai Musa?
Musa 
    menjawab: ‘inilah tongkatku...’
Allah berfirman: ‘Lemparkanlah tongkatmu, 
    hai Musa!’  Segera Musapun melemparkan 
    tongkatnya, serta merta tongkat itu menjelma menjadi seekor ular yang merayap 
    dengan lincah.
    
    [131]
    
    
    
     
    
    
         Tatkala dilihatnya tongkat itu bergerak-gerak 
    bagaikan seekor ular, Musa berlari ke belakang, namun langkahnya tertahan.  
    Allah berfirman; ‘Hai Musa! Jangan takut!’.
    
    [132]
    
    
         Dalam peristiwa di atas, Allah melakukan 
    mujizat itu untuk meyakinkan kepada Musa akan kekuasaan-Nya.  Bila Musa melemparkan tongkatnya dia tidak 
    menjangka tongkat itu akan berubah menjadi seekor ular. Dan dia lari ketakutan 
    bila ia berlaku sedemikian rupa.  Jelas 
    sekali Allah dan bukannya Musa yang memulai inisiatip perubahan itu.
         Mujizat yang serupa juga dilakukan di 
    depan Firaun ketika Allah ‘wahyukan kepada Musa: ‘Sekarang bekerjalah dengan 
    tongkatmu!’ Sekonyong-konyong ular Musa menelan semua ular mereka.’
    
    [133]
    
    
         Dalam peristiwa ini Musa melakukan tidak 
    lebih dari apa yang dilakukannya di peristiwa sebelumnya, karena Allah-lah 
    yang menyuruh dia melemparkan tongkatnya, dan dia hanya menuruti saja.  
    Inisiatip adalah dari Allah, bukannya dari Musa.  
    Sesungguhnya begitulah sifat-sifat bagaimana Allah melakukan mujizat 
    melalui Musa, seperti yang bisa dilihat dari peristiwa-peristiwa yang lainnya.  Contohnya, ketika Bani Israil merasa dahaga, 
    Allah-lah yang menyuruh Musa untuk memukul batu tersebut,
    
    [134]
    
     dan ketika mereka keluar dari tanah Mesir sebelum melintasi 
    laut, Allah jugalah yang menyuruh Musa untuk memukul laut itu dengan tongkatnya 
    ‘...maka terbelahlah laut itu, sedangkan masing-masing belahannya seperti 
    gunung yang besar.’
    
    [135]
    
     Dalam setiap peristiwa tersebut, Allah-lah yang berinisiatip.  Musa bukanlah orang yang menguasai waktu dan 
    keadaan di mana dan bagaimana mujizat itu harus berlaku.
         Bagaimanapun, ketika Isa melakukan pekerjaan 
    penciptaan,  Allah membenarkan dia 
    dengan inisiatipnya sendiri untuk melakukan mujizat dan memberi nyawa kehidupan.  
    Ayat-ayat Al-Qur’an menceritakan aktivitas Isa dalam 
    istilah berikut:
    
     
    
    
Aku ini datang kepadamu membawa tanda mujizat 
    dari Tuhanmu yaitu aku dapat membuat 
    dari tanah liat ini rangka burung untuk kalian, kemudian aku tiup lalu menjadi seekor burung dengan izin Allah.  
    Dan aku sanggup menyembuhkan orang buta, penyakit sopak [kusta] dan menghidupkan 
    orang mati dengan izin Allah.
    
    [136]
    
    
    
     
    
    
         Isa tidak diberitahu oleh Allah untuk 
    membangkitkan orang mati atau menyembuhkan orang buta seperti yang disuruh 
    kepada Musa.  Sebaliknya, Allah membedakan 
    Isa dengan memberinya inisiatip tersebut.  Musa tidak meniupkan kepada tongkat itu untuk menukarnya menjadi 
    seekor ular, sedangkan Isa pula meniupkan ke dalam tanah liat itu untuk menjadikannya 
    suatu benda bernyawa. Ibn ‘Arabi, penulis Sufi yang terkenal itu, dalam menjawab 
    persoalan ‘Dengan apakah Allah membedakan setiap pesuruh atau rasul-Nya?’, 
    dia menjawab:
    
     
    
    
Allah memberikan Adam pengetahuan an Nama-nama 
    Agung, kepada Musa dengan berbicara kepadanya dan dengan Taurat, dan membedakan 
    Rasulullah [Muhammad] apa yang Muhammad sebutkan sendiri  “Ia diberikan kebesaran berbicara”.  Kepada Isa Allah membedakannya dengan  roh, ditambah dengan meniupkan roh pada yang 
    ia ciptakan dari tanah, itu hanya kepada Isa saja,dan Allah tidak menambah 
    kuasa untuk memberi kehidupan melalui hembusan  
    kepada rasul yang lain kecuali Isa, selain dari diri Allah Yang Maha 
    Tinggi sendiri.
    
    [137]
    
    
    
     
    
    
         Perbedaaan antara Musa dan Isa ini samalah 
    dengan cerita tentang seorang lelaki keturunan Arab yang menikahi seorang 
    isteri berbangsa Amerika.  Isterinya 
    tidak bisa berbicara Bahasa Arab, maka ketika mereka pergi melawat ibunya 
    yang memang tidak bisa bercakap Bahasa Inggeris, dia mendesak isterinya untuk 
    bercakap sesuatu dalam Bahasa Arab.  Ibu mertuanya merasa sangat gembira.  Si isteri itu terus berkata sesuatu dalam Bahasa Arab tetapi hanya 
    bila dibantu oleh sang suami.  Sebaliknya 
    si suami, sudah tentu bisa bercakap Bahasa Arab dengan lancar tanpa membutuhkan 
    apa-apa pertolongan dari siapapun karena itu adalah bahasa ibunya. 
         Itulah perbedaan antara Isa dengan Musa.  
    Musa sama seperti si isteri berbangsa Amerika yang membutuhkan desakan 
    dan dorongan, sedangkan Isa berada dalam keadaan yang gampang saja karena 
    sudah biasa dengan kuasa Allah, karena dia datang dari Allah; sesungguhnya 
    dia adalah Firman Allah.  Sama seperti sang suami berbangsa Arab tadi 
    yang mempunyai penguasaan sepenuhnya atas Bahasa Arab, dan tidak butuh dorongan 
    serta bantuan dari siapapun untuk berbicara dalam bahasanya, begitu juga dengan 
    Isa yang bisa menggunakan kuasa Allah.  Dia 
    menggunakannya dengan begitu lancar sama seperti orang yang sedang memakai 
    bahasa ibunya sendiri.
         
Isa Menghembuskan Kehidupan; Musa Tidak 
    
     
    
    
Satu 
    lagi perbedaan antara mujizat-mujizat Isa dan yang dipunyai Musa ialah Isa 
    menghembuskan kehidupan kepada benda mati, Musa tidak.  Musa langsung tidak meniupkan apa-apa kepada 
    tingkat tersebut untuk menjadikannya seekor ular hidup, sedangkan Isa menurut 
    Al-Qur’an meniupkan nafas kepada tanah 
    liat dan menciptakan suatu benda hidup.  Perbuatan 
    penghembusan Isa untuk tujuan memberikan kehidupan kepada burung  
    tak bernyawa itu menunjukkan bahwa kuasa datang dari dalamnya, sama 
    seperti nafas datang dari dalam seseorang.
         Sama seperti nafas Isa adalah kepunyaannya, 
    begitu juga dengan inisiatip untuk melakukan mujizat itu yang kepunyaannya 
    secara esklusif.  Tanpa sembarang persoalan 
    kuasa untuk melakukan mujizat-mujizat dan mencipta adalah kepunyaan Allah, 
    tetapi Isa sebagai Firman Allah itu juga bisa menggunakan kuasa Allah semaunya, 
    dengan kebebasan yang lengkap dan mutlak.  Sebaliknya Musa tidak diberikan kuasa yang 
    sama untuk melakukan mujizat semaunya, tetapi  
    didorong untuk melakukan pekerjaan tertentu dengan kuasa yang datang 
    dari luar dirinya, yaitu dari Allah. Menurut Ibn ‘Arabi, akhli Sufi agung 
    itu:
Isa dibedakan oleh Allah dengan sebagai suatu  
    roh, ditambah dengan sifat-sifat istimewa yang bisa meniupkan kehidupan 
    kepada apa yang dia ciptakan dari tanah liat. Kuasa 
    untuk memberi kehidupan melalui hembusan tidak diberi kepada rasul yang lain 
    oleh Allah kecuali Isa, selain dari diri Allah Yang Maha Tinggi sendiri.
    
    [138]
    
    
    
     
    
    
         Bila Isa mencipta dari tanah liat dia 
    menghembuskan ke dalam tanah tersebut.  Bila 
    dia membangkitkan orang mati, dia mengucapkan kata perintah.  Cara dia mencipta dan membangkitkan yang mati 
    menujukan kepada proses ilahi dengan mana Allah mencipta Adam dari tanah dan 
    kemudian meniup ke dalamnya.  Tambahan 
    pula, bila Allah hendak sesuatu terjadi Dia hanya mengucapkan kata ‘Jadilah!’ 
    dan maka terjadilah ia.  Beginilah 
    caranya Isa membangkitkan orang mati.  Allah telah memberi Isa wibawa ini dan dengan 
    berbuat demikian Dia menyokong keilahian Isa.
Musa Harus Dipersiapkan; Isa Sudah Siap 
    
     
    
    
Sedangkan 
    Musa butuh persiapan untuk melakukan mujizat-mujizat di depan Firaun, Isa 
    tidak butuh persiapan sedemikian.
         Allah menyediakan Musa sebelum Dia membimbing 
    Musa untuk menantang Firaun.  Jika 
    Allah tidak memerintah Musa untuk melakukan mujizat tersebut di depan Firaun 
    tanpa sebarang persiapan awal, apabila tongkat itu berubah menjadi ular, Musa 
    tentu akan lari karena ketakutan seperti yang dia lakukan di depan Allah.  
    Firaun pasti akan menertawakannya.  
    Tapi Allah menyiapkan Musa untuk pertemuannya dengan Firaun dan meyakinkannya 
    kuasa-Nya.  Musa butuhkan keyakinan tersebut karena dia 
    tidak ada pengetahuan sebelumnya tentang kuasa Allah.
         Bagaimanapun, tidak sedemikian halnya 
    dalam kasus Isa.  Isa tidak perlu praktis 
    untuk melakukan mujizat sebelum konfrantasi dalam situasi sebenarnya.  
    Kita tidak diberitahu di manapun Allah mengambilnya ke sebuah gunung 
    untuk meyakinkannya akan kebolehannya untuk membangkitkan orang mati dalam 
    pelayanannya di masa akan datang.
         Nabi-nabi lain seperti Musa, perlukan 
    keyakinan sedemikian.  Ibrahim misalnya, 
    memerlukan keyakinan semula seperti yang kita baca dari Al-Qur’an di mana Ibrahim berkata:
    
     
    
    
Dan ingat pulalah ketika Ibrahim berkata: ‘Wahai 
    Tuhanku, bagaimana caranya Engkau menghidupkan kembali orang-orang yang sudah 
    mati?’ Allah berfirman: “Apakah engkau masih belum percaya?” Ibrahim menjawab: 
    ‘Bukan aku tidak percaya, tetapi demi ketenteraman jiwaku’.  Allah berfirman: “Kalau begitu tangkaplah empat 
    ekor burung lalu jinakkanlah sampai menurut perintahmu!  Kemudian letakkanlah di tiap-tiap bukit, seekor!  
    Sudah itu, panggilah! Nanti kesemuanya akan berdatangan kepadamu dengan 
    segera.  Ketahuilah bahwa Allah Maha Perkasa dan Bijaksana.”
    
    [139]
    
    
    
     
    
    
         Maka kita lihat bahwa walaupun Ibrahim 
    dipanggil sebagai ‘sahabat Allah’, dia pada suatu ketika juga kekurangan ketenteraman 
    jiwa yang datang dari pengetahuan penuh bahwa Allah itu Maha Perkasa.
         Isa mempunyai keyakinan yang Ibrahim butuhkan 
    akan kuasa Allah.  Isa senantiasa mempunyai 
    keyakinan tersebut, karena dia mempunyai pengetahuan dipenuhkan Allah sepanjang 
    masa. Kita percaya bahwa di mana kita tidak bisa melihat, tapi setelah melihat 
    pengalaman kita itu tidak akan dipanggil sebagai kepercayaan tetapi pengetahuan.  
    Tidak seperti Ibrahim, Isa mempunyai pengetahuan akan kuasa Allah karena 
    dia sendiri ialah Firman Allah itu.
         Manusia biasanya mencoba menggelakkan 
    untuk melakukan sesuatu di depan orang ramai sesuatu yang belum pernah mereka 
    lakukan, terutama perkara-perkara yang tampaknya mustahil.  Isa melakukan mujizat tanpa persiapan atau 
    latihan sebelumnya, dan lebih dari itu, dia lakukannya di depan mata semua 
    orang banyak.  Isa tidak membuat experimen 
    dengan burung-burung, atau dia pergi ke kuburan sendirian untuk mencoba membangkitkan 
    orang mati secara sendirian agar dia mendapat keyakinan untuk melakukannya 
    di depan orang banyak.  Ketika Isa 
    membangkitkan orang mati yang pertama, dia lakukan tanpa satu latihan sebelumnya 
    dan apa lagi dia melakukannya di depan orang banyak.
         Dapatkah anda bayangkan seorang berdiri 
    di depan suatu beban seberat 5000 kg yang dia belum pernah lakukan sebelumnya.  
    Orang yang mencoba lakukan itu mungkin bergurau ataupun dia sudah tau 
    bahwa dia bisa mengangkat beban seberat itu.  
    Orang biasanya tidak mau mempermalukan diri mereka sendiri.  
    Ini juga berlaku pada Isa ketika dia berdiri di depan orang yang baru 
    dibangkitkannya beberapa menit sebelumnya.  
    Itu adalah percobaannya yang pertama, tetapi dia tidak sangsi bagi 
    orang itu akan mengikuti perintahnya untuk bangkit, sama seperti anda dan 
    saya yang tidak sangsi apabila kita memasukkan kunci pintu rumah kita dan 
    pintu akan terbuka.  Kita bisa melihat 
    keyakinan dan jaminan Isa akan kuasa Allah dan pengetahuan akhir Isa akan 
    Allah.  Ini memberitahukan kita akan kesatuan (wahadat) 
    dan hubungan antara Allah dengan Firman-Nya, Isa Al Masih.
    
     
    
    
Musa Rasa Asing dengan Kuasa Allah; Isa Sudah Biasa 
    
     
    
    
Musa 
    adalah seorang asing di hadirat kuasa Allah sehingga  apabila tongkat itu bertukar menjadi ular, dia kaget bahkan merasa 
    takut akan keputusan itu. Sebaliknya Isa sudah biasa dengan kuasa Allah.
         Ini adalah seperti seseorang yang pergi 
    membeli sebuah meja bekas dari seorang laki-laki yang menjual semua perabot 
    rumahnya karena mau berangkat ke luar negeri, di satu alamat rumah di mana 
    dia belum pernah pergi ke tempat itu. Ketika dia sampai di alamat tersebut 
    dan bertanya di depan rumahnya, dia diberitahu bahwa tuan rumah baru keluar 
    dan akan kembali dalam tempoh sepuluh menit lagi.  
    Si pembeli itu berdiri di depan rumah dan memperhatikan semua mobil 
    yang lewat atau mampir karena mungkin salah satu dari mereka adalah si tuan 
    rumah.  Beberapa menit kemudian sebuah 
    mobil mampir ke rumah tersebut tapi sipembeli tau itu bukan tuan rumahnya 
    karena mobil itu bergerak perlahan dan sopirnya mencoba mencari nomor-nomor 
    rumah. Dua buah mobil lagi datang dengan cara yang sama dan sipembeli juga 
    sadar mereka bukanlah tuan rumah tersebut karena mereka mengemudikan mobilnya 
    dengan perlahan sekali.  Beberapa menit 
    kemudian, sebuah mobil lagi datang melaju lebih tepat dan terus masuk ke dalam 
    halaman rumah.  Kini sipembeli tau 
    itulah tuan rumah, karena dia tidak seperti yang lainnya.
         Musa, adalah seperti sopir yang menghampiri 
    rumah dengan perlahan, karena tidak biasa dengan kekuasaan Allah dan bergerak 
    perlahan ketika dia menerima pengarahan dari Allah.  Sebaliknya Isa berperilaku seperti tuan rumah 
    tadi, dengan kebebasan yang penuh dan spontan.  Baik pengunjung ataupun tuan rumah bisa mencari alamat rumah tersebut, 
    tetapi ada perbedaan yang besar di antara mereka. Tuan rumah sangat mengenali 
    rumahnya, sedangkan si pengunjung tidak.  Juga, tuan rumah mempunyai jalan masuk ke rumahnya dan ke semua 
    harta-bendanya, tetapi si pengunjung harus meminta keizinan untuk masuk begitu 
    pula menggunakan perabut dalam rumah tersebut.  
    Jadi, adalah benar baik pengunjung maupun tuan rumah bisa masuk ke 
    dalam rumah, tetapi pengunjung hanya sebagai tamu,sedangkan tuan rumah mempunyai 
    kunci-kunci dan pemilikan rumah itu secara sah.
         Kita bisa melihat perbedaan antara Isa 
    dan nabi-nabi lain seperti Musa dan Ibrahim.  
    Jika Musa dipanggil sebagai ‘kaleem 
    Allah’ (yang berarti, ‘orang yang Allah berbicara kepada’), bagaimanapun 
    dia harus didorong  Allah untuk menjalankan 
    pelayanannya; dan walaupun Ibrahim dipanggil sebagai ‘khaleel Allah’ (yakni, ‘sahabat Allah’), 
    dia perlukan jaminan dan keyakinan akan kuasa Allah.  Sebaliknya Isa yang dipanggil ‘Kalimat Allah’ (yakni, Firman Allah) tidak perlu dorongan, jaminan 
    ataupun keyakinan.  Firman Allah menyatakan 
    Allah, dan oleh karena Allah tidak perlu dorongan ataupun jaminan, Firman-Nya 
    juga tidak memerlukan kedua hal yang tersebut di atas.
    
     
    
    
    
     
    
    
Makna ‘Dengan Izin Allah’ 
    
     
    
    
Ada 
    yang mungkin menolak bahwa ungkapan ‘dengan izin Allah’ membuat Isa juga perlu 
    mendapatkan izin dari Allah untuk melakukan mujizat-mujizatnya, dan ini menyebabkan 
    tidak ada perbedaan antara Isa dengan Musa pada akhirnya. Meskipun demikian, 
    satu penelitian yang kritis tentang ungkapan ini dalam Al-Qur’an membuktikan yang sebaliknya.
         Ada beberapa yang berpendapat mengatakan 
    Isa melakukan semua ini ‘dengan izin Allah’,
    
    [140]
    
     Al-Qur’an secara mengesankan menyangkal 
    keilahian Isa.  Tetapi satu penilaian 
    dan penelitian kritis akan pernyataan ini akan membuktikan justru.
         Makna umum tentang ungkapan ini adalah: 
    Segala sesuatu adalah dengan izin Allah.  
    Tidak akan ada yang terjadi tanpa Izin Allah.  Segala yang baik dan buruk terjadi karena izin Allah.  Malapetaka yang menimpa atas orang-orang beriman 
    adalah juga karena izin Allah.  Tidak 
    ada seorangpun yang dapat memaksakan sesuatu keatas-Nya.
    
    [141]
    
    
         Tapi ungkapan ini juga menunjukkan berkah 
    istimewa Allah dan persetujuan-Nya atas beberapa aktivitas tertentu. Contohnya, 
    melakukan sesuatu kebaikan dengan izin Allah: ‘...dan ada di antara mereka 
    yang paling dahulu mengerjakan kebajikan dengan izin Allah.  Warisan dan pilihan itu merupakan Karunia Besar.’
    
    [142]
    
      Mereka yang setia walaupun kecil jumlahnya 
    dapat mengalahkan pasukan yang besar dengan izin Allah
    
    [143]
    
    , dan perkara-perkara sekecil apapun dalam perang terjadi 
    dengan izin Allah: ‘Mana saja pohon kurma yang kamu tebang, atau kamu biarkan 
    tumbuh seutuhnya di atas batangnya seperti apa adanya, semuanya terjadi dengan 
    izin Allah.’
    
    [144]
    
      Mereka yang menebang pohon kurma atau membiarkan 
    pohon itu tumbuh tidak perlu berhenti untuk meminta izin dari Allah.  
    Perilaku mereka adalah spontan sebagai yang terbaik untuk mereka lakukan.  
    Namun kelakuan mereka adalah dengan izin Allah.  Bahkan sebatang pohon ‘juga menghasilkan buah 
    setiap musim dengan izin Tuhannya.’
    
    [145]
    
     Sebatang pohon tidak berhenti berbuah atau sebaliknya dengan 
    izin Allah.  Dengan kata lain, Allah memberi berkah-berkah-Nya 
    atas aktivitas-aktivitas semacamnya.
         Sekarang kita bisa melihat bahwa kewajiban 
    normal melakukan pekerjaan yang 
    baik, semangat berperang bagi pasukan yang kecil, bahkan produksi alami sebatang pohon, dan pekerjaan secara 
    spontan untuk menebang atau tidak 
    menebang pohon-pohon di suatu waktu semuanya adalah dengan izin Allah.  
    Bukannya mereka yang terlibat itu harus berhenti untuk meminta izin 
    dari Allah, seperti yang kebanyakan orang pikirkan.
         Sama seperti Allah menyertai mereka yang 
    setia walaupun pasukan mereka sedikit, memberi dan memperkukuhkan perkara 
    mereka dengan izin-Nya, begitu juga Dia lakukan terhadap Isa, yang memberikan 
    dan memperkokohkan keilahiannya yang membiarkan dia membangkitkan orang mati 
    dan mencipta.  Sama seperti sebatang 
    pohon yang berbuah secara alami dengan izin Allah, begitu juga dengan mujizat-mujizat 
    yang dilakukan oleh Isa secara alami.  Dan 
    sama seperti yang menebang pohon secara spontan, ia melakukannya dengan izin 
    Allah. Begitu juga dengan Isa yang melakukan mujizat-mujizat yang ilahi.
         Isa merupakan satu-satunya yang di mana 
    setiap tindakannya berada dalam satu cara yang istimewa ‘dengan izin Allah’, 
    yakni, dengan kehendak dan persetujuan Allah. Pengulangan ungkapan ‘dengan 
    izin Allah’ menunjukkan bahwa Allah sesungguhnya terlibat, sanggup, membenarkan 
    dan memberkahi manifestasi kuasa-kuasa ilahi Isa Firman-Nya itu – bukan yang 
    berpendapat atau menyangsikannya.
         Qashani melanjutkan pemahaman kita:
    
     
    
    
Ketahuilah bahwa ‘dengan izin Allah’ (izn) bermakna pemberian kekuasaan/wewenang 
    Allah terhadap hamba-Nya untuk melakukan...apa yang hanya merupakan milik 
    Allah...juga bermakna bahwa hamba itu telah ditugaskan diberi kuasa dari kekekalan, 
    dan telah dibedakan atas kebolehannya.  Maka ia adalah sabda Allah dari kekekalan bahwa 
    intisari hamba itu secara alami diturunkan untuk mengerjakan tugas-tugas tersebut.  
    Dan itulah kepedulian Allah atas hamba-Nya itu.
    
    [146]
    
    
    
     
    
    
         Jadi menghidupkan orang mati ialah penempatan 
    alami abadi dari intisari Isa.  Kuasa 
    untuk membangkitkan orang mati itu ialah satu yang memerlukan sifat dasar 
    Isa dari keabadian, bukan satu sifat harta/kekayaan yang hanya dipunyai atas 
    waktu.
         Manusia bersama-sama dengan sebagian sifat-sifat 
    Ilahi seperti pengetahuan akal, kuasa, kehidupan dan kebijaksanaan.  
    Tapi semua ini adalah terbatas dalam diri kita.  
    Kepada setiap orang, baik petani atau nabi, dapat dipertalikan pengetahuan 
    sedikit, tapi Allah-lah yang Maha Mengetahui.  
    Kuasa dapat dipertalikan sedikit kepada semua orang, tapi Allah-lah 
    yang Maha Kuasa.  Setiap orang bersifat 
    kehuripan sedikit, tetapi Allah-lah yang Maha Hidup.  
    Dan bagi semua orang, derajat kebijaksanaan dapat dipertalikan sedikit, 
    tapi Allah-lah yang Maha Bijaksana.
         Kendatipun demikian, ada beberapa sifat-sifat 
    yang hanya dimiliki Allah saja.  Kita 
    tidak bisa menganggap manusia sampai mempunyai derajat mana kuasa untuk mencipta 
    dan memberi kehidupan dengan cara mengeluarkan kata atau penghembusan nafas.  
    Jika Allah adalah Maha Mengetahui, Maha Bijaksana dan Maha Kuasa, Dia 
    mungkin hanya merupakan seorang ‘Super Man’.  
    Tapi sifat-sifat yang meletakkan Allah di tempat tertinggi dalam maha 
    sucinya mengatasi segala makhluk-makhluk ciptaan, ialah kuasa-Nya untuk mencipta 
    dan membangkitkan orang mati.  Dialah 
    pemberi hidup.  Kuasa untuk memberi kehidupan dengan cara mengeluarkan 
    kata atau penghembusan nafas itulah sifat-sifat pribadi Allah.
         Namun kuasa itu Dia berikan kepada Isa 
    Al Masih.  Di kala orang lain berhadapan 
    dengan penyakit dan maut, mereka biasanya pertama kali berdoa atas intervensi 
    Tuhan Yang Maha Tinggi.  Mereka berdoa 
    dan membiarkan segala keputusannya di dalam tangan Allah. Isa sebaliknya berada 
    dalam perintah yang sempurna ketika menghadapi situasi tersebut.
         Sebab itulah Al-Qur’an menceritakan pekerjaan-pekerjaan Isa membangkitkan orang 
    mati serta mencipta dari tanah liat itu dengan kata ganti orang pertama: ‘Aku dapat membuat [mencipta]...Aku tiup ke dalamnya...[Aku] menghidupkan orang yang mati’:
    
     
    
    
Aku in datang kepadamu membawa tanda mujizat dari 
    Tuhanmu yaitu aku dapat membuat dari tanah liat ini rangka burung untuk kalian, 
    kemudian aku tiup lalu menjadi seekor burung dengan izin Allah. Dan aku sanggup 
    menyembuhkan orang buta, penyakit sopak [kusta], dan menghidupkan orang mati 
    dengan izin Allah. Lagi pula aku dapat memberitahukan kepada kalian apa yang 
    kalian makan dan apa yang kalian simpan di rumah kalian masing-masing.  
    Semua ini adalah menjadi tanda buat kalian, kalau kalian benar-benar 
    beriman.
    
    [147]
    
    
    
     
    
    
         Kemampuan untuk memberi kehidupan ialah 
    satu sifat pribadi Allah, seperti yang Qashani katakan: ‘Kehidupan ialah satu 
    milik hadirat Ilahi, dari itu  sesungguhnya 
    ia adalah sifat yang paling sempurna dari Intisari Ilahi tersebut.’
    
    [148]
    
      Kehidupan adalah tanda Ilahi; tanpa sifat Ilahi 
    itu akan jatuh dari derajat yang tinggi ke derajat makhluk.  Namun, sifat milik intisari Ilahi itu menjadi 
    sifat pribadi seorang manusia. Sekali lagi, Qashani berbicara tentang ‘penjelmaan 
    sifat-sifat Allah didalamnya [Isa], dan penampilan tindakan pribadi Allah 
    – membangkitkan orang mati dan mencipta burung...keduanya adalah pekerjaan-pekerjaan 
    esklusif Allah’
    
    [149]
    
    .  Isa membangkitkan beberapa orang; di dalam 
    semua kasus, dia mengerjakannya dengan izin Allah.
         Sifat(attribut) mencipta ialah satu sifat 
    awal.  Sedangkan pembangkitan orang 
    mati adalah satu sifat akhir.  Kedua 
    sifat yang sangat penting ini menunjukkan bahwa Isa mempunyai kuasa dan kontrol 
    dari awal hingga akhir.
         Jika Allah telah membenarkan dan mengizinkan 
    Isa menyatakan Keilahian-Nya dengan cara demikian, bisakah manusia menentang 
    kebenaran dan maksud Allah?  Dengan 
    memberikan Isa kuasa untuk mencipta dan membangkitkan orang mati, Allah secara 
    sengaja mendeklarasikan bahwa Isa tidak tergolong dalam orde yang dicipta 
    tetapi orde yang Ilahi.
    
     
    
    
    
     
    
    
Diperkuat dengan Roh Suci
    
     
    
    
Bimbingan 
    yang berkesinambungan dari  Roh Suci 
    dengan Isa tidak lagi diartikan sebagai bimbingan Jibril.  Karena ayat-ayat Al-Qur’an tidak menyatakan bahwa Isa diperkuat dengan Jibril tetapi 
    dia telah diperkuat dengan Roh Suci.  Maka 
    Roh Suci tidak lagi diartikan sebagai merujuk kepada pemimpin bagi malaikat-malaikat 
    yang memimpin mereka di sekitar Takhta Allah, atau Jibril yang berada di tempat 
    kedua setelah Allah.  Tetapi, ia adalah 
    Roh Total yang:
    
     
    
    
melebihi dan mengatasi skop dan jarak perintah 
    daya cipta Ilahi “Jadilah!”.  Ia tidak 
    boleh dikatakan oleh -Nya bahwa dia adalah suatu makhluk, karena dia ialah 
    aspek istimewa [yakni, ‘wajah’] Kebenaran [yakni, dari Allah] itu.  Dengan aspek tersebut penjelmaan itu menjadi 
    nyata.
    
    [150]
    
    
    
     
    
    
         Dengan kata lain, Isa telah diiringi secara 
    berkesinambungan oleh Roh yang melebihi dan mengatasi rentang serta jarak 
    perintah daya cipta  Ilahi, yakni, 
    melebihi dan mengatasi perintah yang menyebabkan penjelmaan menjadi nyata.
         Ibn ‘Arabi, yang dipercayai dan dikatakan 
    sebagai segel kepada orang-orang alim pengikut Muhammad, pernah berkata tentang 
    tahap kedekatan dengan Allah, ‘ini bukannya sesuatu yang berkesinambungan, 
    tetapi [hanya] sewaktu-waktu’.
    
    [151]
    
      Mengenai kenyataan ini, Qashani mengulas, ‘kedekatan 
    kepada Allah ini melalui kegiatan dan tanggungjawab keagamaan tidak kekal 
    di dalam kita tetapi hanya berlaku sewaktu-waktu’.
    
    [152]
    
     Namun dengan Isa, pengalamannya bukanlah satu ‘kedekatan’, 
    tetapi berada betul-betul di dalam hadirat wajah Kebenaran yang melaluinya 
    itu segala kehidupan menjelma.  Bukan 
    itu saja, tetapi juga hadirat itu adalah kekal.  
    Ini dilihat dari dua fakta yang penting:
    
     
    
    
1.  Isa selalu berbicara tentang firman Allah
         Setiap kali para nabi berkata, percakapan 
    mereka bisa dibagikan menjadi dua jenis.  
    Ketika mereka di bawah pengguasaan Roh Suci, kata-kata yang mereka 
    ucapkan bukan kata-kata mereka sendiri tapi itu adalah kata-kata Allah.  Walaupun mereka manusia, namun kata-kata mereka 
    itu bukan kepunyaan mereka tetapi kepunyaan Allah secara total, yang tidak 
    boleh dipisah-pisahkan atau diubah.  Roh 
    Suci memastikan tidak ada kehilangan yang bisa datang dari berita yang mereka 
    sampaikan dari Allah.  Tapi ketika 
    mereka bukan berada dalam penguasaan Roh Suci, kata-kata yang mereka tuturkan 
    adalah kata-kata mereka sendiri.  Ini 
    mungkin benar dan mungkin juga tidak.
         Kehidupan Isa di dalam dunia ini, bagaimanapun, 
    tidak boleh dibagikan menjadi waktu dia di bawah inspirasi dari Allah dan 
    waktu-waktu dia bukan dalam keadaan yang demikian, justru kata-kata yang diucapkannya 
    kadang-kadang kepunyaan Allah dan ada kalanya kepunyaannya sendiri.  
    Kehidupan Isa di bumi adalah sesungguhnya satu yang tidak diganggu 
    – yakni, ia berada di bawah inspirasi Allah secara total.  
    Semua kata-katanya adalah firman Allah. Semua waktu Isa adalah waktu 
    Allah.
    
     
    
    
2.  Isa senantiasa menunjukkan kehidupan Allah
         Ketika Roh Suci mengendalikan penuturan 
    para nabi, kata-kata mereka menjadi Firman Allah.  Tapi apa yang berlaku jika Roh Suci mengendalikan seluruh aspek 
    kehidupan seseorang?  
         Isa berlainan dari semua nabi-nabi.  
    Ketika nabi-nabi berkata, satu berita dari Allah dinyatakan melalui 
    mulut mereka.  Tetapi mulut-mulut hanya bisa menyampaikan 
    pesan-pesan saja, dan bila berbuat demikian hanya pada suatu waktu tertentu.  
    Jadi dalam kasus nabi-nabi, alat yang Allah gunakan ialah mulut mereka 
    dan di suatu waktu yang tertentu.
         Tapi dalam kasus Isa, alat yang Allah 
    gunakan ialah pribadi totalnya, dan kekal sepanjang waktu!  Bukan saja semua kata-katanya adalah kata-kata 
    Allah, tapi juga semua pekerjaannya adalah pekerjaan Allah, dan semua pemikirannya 
    adalah pemikiran Allah.  Dalam semua 
    kehidupan Isa – pikiran, hati dan pribadi keseluruhannya – kehidupan Allah 
    dimanifestasikan.
         Dalam kasus yang melibatkan nabi-nabi 
    lain, berita dan pesan dari Allah yang keluar dari mulut mereka penuh dengan 
    undang-undang, peraturan dan perintah; mereka seperti seorang pengantar surat/pegawai 
    pos yang mengantar surat-surat dari Allah.  Mereka menyatakan firman Allah, tapi dalam 
    Isa, Allah dinyatakan secara pribadi 
    – bukan sebagai berita/pesan dari Allah tetapi kehidupan Allah yang dimanifestasikan 
    dalam Isa yang wujud dalam bentuk manusia.
         Maka kita bisa berkata, sepakat dengan 
    Jilani 
    
    [153] 
    
    , bahwa Allah menjadi pendengaran dan penglihatan Isa, tangan 
    dan lidah serta nafas Isa.  Dalam dalam 
    kata-kata Tirimizi:
Allah telah menambat hatinya sepanjang hayat hidupnya, 
    dan mencurahkannya dengan pengetahuan syurgawi-Nya, dan mempersembahkannya 
    dengan tauhid-Nya, dan melindungi jalannya dari kecacatan melihat  
    diri, dan bayang-bayang nafsu....Dia adalah kepunyaan-Nya di bumi-Nya 
    ini! 
    
    [154] 
    
    
    
     
    
    
Keunikan Penguatan Tersebut 
    
     
    
    
Tapi 
    mengapa pula hanya seorang diri yang dipilih untuk penguatan [Roh Suci] ini? 
    Banyak orang yang menghabiskan hidup mereka berusaha, tapi hanya seorang saja 
    yang mengalami pengalaman tertinggi itu sejak lahir.  Hanya seorang saja yang layak dibimbing secara kekal oleh Roh Allah, 
    dan tidak sekali-kalipun terjadi ketidak-harmonis atau pertentangan di antara 
    mereka.  Mengapa?
         Kodrat Isa sesungguhnya adalah Ilahi yang 
    abadi, maka dia mempunyai  kapasitas 
    untuk seiring secara harmonis yang kekal dengan Roh Suci, Roh Allah, Roh Total 
    itu.  Maka kodrat Isa, yang juga adalah 
    satu Roh Sempurna, bisa menampung Roh Total itu, pada setiap dan sepanjang 
    waktu. Kapasitas ini bukanlah sesuatu yang bersifat manusiawi tetapi Ilahi.
         Adalah penting untuk dicatat kiranya bahwa 
    ketika manusia bisa mengalami Roh itu, walaupun hanya sedetik, mereka akan 
    merasa dibanjiri dengan Kuasa dan Keagungan serta Kemuliaan yang luar biasa.
         Tapi dalam kasus Isa, yang diiringi secara 
    kekal Roh Total itu tidak akan merasa dibanjiri.  Dia tetap tinggal seperti orang yang sama sepanjang 
    waktu. Bila dia membangkitkan orang mati dia tidak merasa kegirangan karena 
    satu mujizat telah terjadi.  Mujizat 
    itu membuatnya seolah-olah dia telah kerap kali melakukannya sebelum itu, 
    sepanjang hidupnya; kepribadiannya juga tidak berubah karena mujizat itu, 
    sama seperti kita tidak merasa apa-apa bila memaku sekeping papan atau mengikatkan 
    tali sepatu kita. Mereka yang melihatnya itulah, bahkan mereka yang telah 
    mati, yang merasa dibanjiri perasaan heran. Manifestasi sifat-sifat pribadi 
    Allah keatasnya membuat Isa tetap seorang insan yang sama.  Dia tidak menunjukkan rasa takut, gentar, atau tidak sama sekali 
    ada asesuatu yang bersifat abnormal.
         Mengapa begitu?  Karena dia mempunyai kapasitas untuk menampung 
    Roh Total itu.  Kapasitas itu bukan 
    kapasitas suatu makhluk tapi kapasitas Firman Allah yang Ilahi, yaitu kodrat 
    Isa.
         Seperti yang kita telah lihat, Roh Suci 
    juga adalah Ilahi yang abadi.  Maka 
    arti sebenarnya dari ‘Kami perkuatkannya dengan Roh Suci’ ialah bahwa semasa 
    berada di bumi, Isa Firman Allah itu berada di dalam Kemahaan Keluhuran Ilahi 
    yang sukar digambarkan untuk sepanjang masa, walaupun dia berada dalam wujud 
    seorang manusia. 
    
     
    
    
    
     
    
    
    
     
    
    
Dia Berserta Allah 
    
     
    
    
Sejak 
    penciptaan Adam, Allah memilih hanya seorang dari antara milyaran orang yang 
    telah hidup, dan ratusan nabi-nabi yang Dia telah utus untuk diangkat naik 
    ke sisi-Nya.  Al-Qur’an mengatakan:
    
     
    
    
Hai Isa! Aku akan mewafatkan engkau, dan mengangkat 
    derajatmu di sisi-Ku.
    
    [155]
    
    
    
     
    
    
         Bagaimana seorang manusia biasa bisa diangkat 
    ke sisi Allah sendiri?  Bagaimana bisa 
    seorang manusia biasa berdiri di depan Kemuliaan, Kuasa dan Kesucian Yang 
    Maha Tinggi?  Razi mengulas bahwa dalam 
    ayat di atas Allah seraya berkata: ‘Aku mengangkatmu ke dalam Hadirat Kehormatan 
    Ku’.  Tapi bagaimana suatu makhluk 
    bisa diangkat ke tempat Kehormatan Allah?
         Untuk hampir 2000 tahun sejak dia berjalan 
    di bumi ini, Isa telah tinggal bersama Allah, jauh lebih tinggi dari para 
    malaikat dan manusia, menikmati wajah Allah dan dikasihi oleh Allah. Dengan 
    pengangkatan Ilahi,Isa sesungguhnya lebih tinggi dari segalanya.  Dia hidup dan bersama Allah.  Inilah hormat yang tertinggi sepanjang masa, 
    zaman dan abadi.
         Al-Qur’an 
    menyatakan:
    
     
    
    
Tidak sama orang yang buta dan orang yang melihat.  
    Tidak pula sama gelap gulita dengan cahaya.  
    Tidak pula sama yang teduh dengan yang panas terik. Tidak pula sama 
    orang yang hidup hati nuraninya.  Sungguh 
    Allah dapat membuat siapa saja yang Dia kehendaki mampu mendengar.
    
    [156]
    
    
    
     
    
    
         Jika di sini dan waktu ini, di bumi ini 
    di mana yang hidup itu tidak sama dengan yang mati, apa lagi apabila yang 
    hidup itu hidup bersama Allah! Untuk hidup di sini adalah satu hal; dan untuk 
    hidup bersama Allah adalah hal yang berlainan sama sekali.  Karena bagi dia yang hidup bersama Allah harus memiliki kebolehan 
    untuk hadir dalam tingkat hidup yang tak bisa dibayangkan.  Dia mesti mempunyai kualitas hidup dalam dirinya 
    yang membuat dia begitu biasa dengan Kemegahan dan Kekudusan Allah.
         Jika seorang insan itu tidak layak untuk 
    berada dalam hadirat Allah, dia akan menarik diri dengan sukarela, jika tidak 
    dia akan dimusnahkan oleh Kemegahan Allah.  Isa memiliki baik kebolehan maupun kualitas untuk bersama dengan 
    Allah.
         Bukhari menyebut Hadis berikut yang disahkan 
    oleh ‘Aisha:
    
     
    
    
Siapa saja yang menggugat bahwa Muhammad melihat 
    Tuhannya melakukan satu kesilapan besar, bahwa dia [Muhammad] hanya melihat 
    Jibril dalam bentuk aslinya di mana dia telah diciptakan.
    
    [157]
    
     [Perhatikan bila Hadis menyebut tentang Jibril, ia bermaksud 
    Malaikat Jibril]
    
     
    
    
         Mengenai kemungkinan bagi seseorang melihat 
    Allah, Al-Qur’an menyatakan:
    
     
    
    
Tatkala Musa datang pada waktu yang telah Kami 
    tetapkan itu dan Tuhanpun telah berbicara langsung dengannya, berkatalah Musa: 
    Wahai Tuhanku! Perlihatkanlah diri-Mu kepadaku, agar aku dapat melihat-Mu.  Allah berfirman: “Di dunia ini tidak mungkin 
    engkau dapat melihat Aku.  Tetapi baiklah, 
    lihatlah bukit itu! Kalau bukit itu masih tetap tegak di tempatnya semula 
    mungkin engkau dapat melihat Aku”.  Tatkala 
    Tuhan mula menyingkap nur-Nya kepada bukit itu, dengan serta-mesta hancur 
    luluhlah bukit itu.  Musapun tersungkur 
    jatuh pingsan.  Setelah Musa sadar 
    kembali berkatalah ia: “Maha Suci Engkau! Aku bertobat kepada-Mu! Aku orang 
    yang pertama mula beriman.”
    
    [158]
    
    
    
     
    
    
         Menurut ayat ini Allah menjawab permintaaan 
    Musa dengan satu kenyataan dan satu illustrasi.  Keduanya adalah begitu terang sekali, meyakinkan 
    dan sempurna. Kenyataan itu ialah “Engkau tidak bisa melihat Aku’.  Illustrasi itu ialah penglihatan-diri yang 
    Allah tunjukkan kepada bukit tersebut.  Pengajarannya 
    ialah: jika Allah menunjukkan diri-Nya kepada Musa dan bukannya bukit itu, 
    Musa mungkin akan hancur lebur menjadi debu.
         Penterjemahan bagi kata ‘sa’akan’ dalam ayat di atas ialah ‘jatuh 
    pingsan’ sebenarnya tidak memberi arti yang sebenarnya.  Kata dasar bagi kata itu berarti ‘mati’, menurut 
    satu kosakata (lexicon)  Al-Qur’an.
    
    [159]
    
     Maka penterjemahan yang lebih tepat ialah Musa jatuh tersungkur 
    seolah mati.  Allah tidak menampakkan diri-Nya kepada Musa 
    tetapi kepada bukit; namun walaupun begitu, Musa jatuh seolah mati.  Jika ini hanyalah satu kesan sampingan penampakan 
    Allah kepada bukit, apa yang akan terjadi jika Allah menampakkan diri-Nya 
    kepada Musa seperti yang dipintanya itu?
         Jika hanya untuk melihat Allah begitu 
    mustahil sekali untuk seorang nabi besar seperti Musa, siapakah Isa, yang 
    bukan saja melihat Allah, tetapi juga diangkat naik ke sisi Allah? Dan bukan 
    untuk sehari, tetapi sudah hampir 2000 tahun!
  
    
      
    
    
Dari Tanah ke Tanah atau Dari Allah ke Allah 
    
     
    
    
Hanya 
    dia yang datang dari Allah yang mampu untuk bisa bersama Allah.  (Ingatlah, Al-Qur’an menyatakan bahwa Isa ialah ‘Roh dari-Nya’
    
    [160]
    
    ) Hanya dia yang datang dari Allah bisa balik untuk bersama-sama 
    dengan Allah.  Hanya Firman Allah, 
    Isa, yang bisa mencari kembali tempatnya di dalam Allah, secara sah dan alami.
         Manusia lain adalah dari tanah dan kepada 
    tanahlah mereka pergi, tapi Isa ialah dari Allah dan kepada Allah dia pergi, 
    dan untuk bersama Allah dia pergi.  Ini 
    hanya mungkin terjadi jika Isa ialah Firman Allah yang Kekal.
         Sekali lagi kalau kita perhatikan hal 
    ini adalah konsisten dengan interpretasi di mana Isa diperkuat dengan Roh 
    Suci.  Jika Isa berada dalam Kemahaan 
    Keluhuran Ilahi yang sukar digambarkan ketika dia berada di bumi, maka adalah alami baginya untuk berada di Kemahaan 
    Keluhuran Ilahi yang tidak bisa digambarkan di 
    dalam hadirat Allah.  Razi mengulas 
    ayat Al-Qur’an, 4:158 bahwa:
Pengangkatan Isa kepada Allah sebagai satu taufik 
    adalah lebih besar dari Firdaus dan segala yang ada di dalamnya dan kenikmatan-kenikmatan 
    fisiknya.
    
    [161]
    
    
    
     
    
    
         Isa tidak perlu menunggu untuk diberi 
    ganjaran, seperti manusia-manusia lain yang terpaksa menunggu hingga  Hari Kiamat.  Nabi Idris diangkat ke suatu tempat tinggi menunggu Hari Kiamat, 
    tapi ganjaran Isa ialah yang segera, dan merupakan kehormatan yang tertinggi 
    sepanjang zaman dan abadi.  Karena 
    Allah itulah taufiknya.  Semua manusia 
    lain akan menghadapi Hari Kiamat untuk menerima balasan dan hukuman mereka.  Tapi menurut ayat ini, bagi Isa sendiri tidak 
    ada Hari Kiamat.  Karena tidak ada 
    apa-apa yang perlu dihakimi untuknya.
         Sama halnya bila kita meningat kembali 
    penemuan Dr. Mustafa Mahmoud yang mengatakan:
Roh tersebut tidak mempunyai tempat di Firdaus 
    ataupun Neraka, tapi ia adalah nur cahaya dari terang Allah, berhubungan dengan 
    Allah.  Roh datang daripada-Nya.  Ia tidak boleh tunduk kepada percobaan atau 
    penghakiman, atau hukuman atau ganjaran, tapi ia adalah contoh tertinggi dalam 
    ayat-ayat Al-Qur’an, ‘Allah mempunyai sifat-sifat yang sangat tinggi.  Dia Maha Kuasa dan Bijaksana’ (16:60) dan ‘Kepunyaan 
    Dialah Cita Tertinggi dan Terindah di seluruh langit serta bumi ini.  
    Dialah yang Maha Perkasa dan Bijaksana’ (30:27). Ia adalah dunia sinar 
    pancaran kesamaan yang didatangkan dari sinar serta kesuciannya bersama dan 
    ‘dari’ Allah dan ‘dari’ perintah-Nya.
    
    [162]
    
    
    
     
    
    
         Adalah tidak aneh untuk menemukan bahwa 
    Isa, tidak takluk kepada pencobaan atau penghakiman; dan tidak juga aneh untuk 
    menemukan bahwa dia tidak berada di Firdaus tetapi bersama Allah.  Karena dia datang dari Allah.
         Pengangkatan Isa ialah kata terakhir Allah 
    ke atas Keilahian Isa, Firman-Nya dan Roh-Nya itu.
  
    
      
    
    
Dia Tidak Berdosa 
    
     
    
    
Dari 
    mulai Adam sampai kepada kita di zaman ini, semua manusia telah berdosa.  Ghazali mengatakan bahkan ‘para nabi, yang 
    tertinggi di kalangan manusia, secara terus-menerus meminta ampun dan menyesali 
    dosa-dosa mereka’
    
    [163]
    
    . Ada yang sudah bertobat dan meminta pengampunan dari Allah.  Dari Adam sampai kepada Muhammad dan sesudahnya 
    semuanya telah berdosa.
         Bukhari mencatatkan doa Nabi Muhammad 
    berikut:
Ya Allah! Ampunilah kesalahan-kesalahanku dan 
    kelalaian serta perbuatan-perbuatanku yang melampaui batas kemuliaan; dan 
    ampunilah apa saja yang Engkau mengetahui lebih daripada aku sendiri.  Ya Allah! Ampunilah kesalahan yang aku telah 
    lakukan samada secara berolok-plok atau serius, dan ampunilah kesilapan-kesilapanku 
    baik yang disengajakan ataupun tidak, dan segala yang ada pada diriku’
    
    [164]
    
    
    
     
    
    
         Hanya ada satu pengecualian saja yaitu 
    Isa.  Dia tidak pernah berdosa.  Dia tidak pernah melakukan satupun kesalahan.  
    Dia tidak pernah melampaui batas Allah baik secara sukarela maupun 
    ketidaktahuan, sengaja atau tidak sengaja, secara berolok-olok ataupun serius.  
    Dia tidak pernah meminta ampun.  Dia 
    tidak pernah menyesali perbuatannya. Bukhari menyebutkan tentang satu Hadis 
    di mana manusia pergi kepada nabi-nabi yang berlainan untuk berdoa sebagai 
    perantara bagi mereka, dan bagi mereka semua Hadis menyatakan mereka berdosa 
    kecuali Isa Al Masih.
    
    [165]
    
    
         Bukan saja orang-orang beriman di waktu 
    terdahulu seperti halnya Bukhari percaya bahwa Isa tidak menpunyai dosa.  Seorang penulis moden menulis:
Oleh karena itu Isa bebas dari noda-noda kejahatan 
    dan kotoran....Kesucian ini, sejak Adam ada sampai dia disentuh oleh jari 
    Syetan yang berakibat ia kehilangan kesucian tersebut, sekarang hanya tersisa 
    ada pada Isa saja.
    
    [166]
    
    
    
     
    
    
         Jadi, tidak seperti Adam, yang telah dikalahkan 
    oleh Syetan, Isa mengekalkan kesuciannya sepanjang hidupnya, dan dengan itu 
    mengalahkan Syetan dengan kesetiaan yang sempurna kepada Allah.
         Di dalam keseluruhan Al-Qur’an, kita tidak pernah diberitahu 
    bahwa Isa telah disuruh menjadi seorang Muslim atau Isa adalah seorang Muslim.  
    Masalah ini cukup jelas (signifikan) karena ada dua sebab:
         Pertama, menjadi seorang Muslim menunjukkan 
    iman kepada satu Allah yang tidak kelihatan.  Syarat  untuk 
    beriman tersebut mengandung arti ada  kekurangan pengetahuan tangan pertama.  Karena tidak ada seorangpun yang pernah melihat Allah, hanya dengan 
    iman kita tahu akan Dia.  Ini berlaku 
    bagi semua manusia.  Tapi tidak demikian 
    halnya dengan Isa, karena Dia datang dari kodrat Allah.  Pengetahuannya terhadap Allah adalah langsung 
    dan dari tangan pertama.
         Kedua, menjadi seorang Muslim bermaksud 
    menyerah kepada Allah tetapi itu tidak terjadi pada Isa.  Isa tidak diperintah untuk menjadi seorang 
    Muslim karena dalam sepanjang hidupnya, tidak perlu membuatnya menyerahkan 
    diri pada Allah.  Dia adalah sempurna 
    dalam segala hal.  Seperti yang Tirimizi 
    tuliskan: ‘Allah telah menambatkan hatinya sepanjang hayatnya...Dia adalah 
    kepunyaan Allah di bumi-Nya!’
    
    [167]
    
    
         Perhatikan juga bahwa dalam petikan awalnya 
    yang membicarakan tentang Roh sebagai tergolong dalam ‘dunia kesamaan terang 
    yang mendapatkan kesucian dan nur cahaya “bersama dan dari” Allah’
    
    [168]
    
    , Isa digolongkan ke dalamnya oleh Dr. Mustafa Mahmoud. Penjelasan 
    tentang Roh oleh Dr. Mustafa Mahmoud ini benar bagi Isa karena Isa adalah 
    “Roh Allah” itu.  Dia kepunyaan dan 
    tergolong dalam dunia kesamaan terang Allah, dengan segala kesucian, ketinggian 
    dan kesempurnaannya.
         Jilani mengatakan bahwa ‘ketidak-taatan 
    ialah satu  yang tidak dapat dielakkan 
    [hasil] dari kegelapan, dan ketaatan ialah satu yang tidak dapat dielakkan 
    [hasil] dari terang’
    
    [169]
    
    .  Kelakuan dan kehidupan Isa di bumi adalah sesuatu 
    yang tanpa cela dan noda dan ketaatannya adalah lengkap dan penuh.  Dia memanifestasikan kodrat Allah, yaitu Terang 
    dari Terang.  Di dalamnya tidak ada 
    kegelapan langsung.  Di dalamnya tidak 
    ada bayangan gelap dan terang, hanya terang yang sempurna.
         Allah adalah Sempurna dan Isa adalah Sempurna. 
    Persamaan ini cukup mudah dimengerti, tetapi sungguh kuat dalam menetapkan 
    bahwa Isa Al Masih adalah Firman Allah yang Kekal dan Sempurna.
    
     
    
    
Ketiada-dosaan Isa ditunjukkan 
    oleh kebersamaan-Nya dengan Roh itu
    
     
    
    
Perhatikan bahwa keterangan di atas adalah konsisten dengan Isa sebagai 
    satu-satunya orang yang ‘diperkuat dengan Roh Suci’.  Kebersamaan yang kekal antara Roh Suci dan Isa itu menyatakan kepada 
    kita sesuatu yang  sangat penting mengenai 
    pribadi Isa.
         Jilani menekankan bahwa Roh Suci itu ialah 
    ‘Roh Kekudusan, yang berlainan dari wujud fisik yang bercela dan lemah’.
    
    [170]
    
     Dalam kata lain, Roh Allah itu ialah satu Roh kebenaran 
    dan kesucian, dan oleh karena itu tidak boleh dikompromikan atau hadir bersama 
    dengan dosa sekecil apapun.  Namun, 
    Roh Suci ini adalah kekal berserta Isa.
         Ini adalah satu bukti bahwa Isa telah 
    menjalani satu hidup yang murni dan tidak bernoda, dan bahwa dia layak menerima 
    penyataan Al-Qur’an gelar mubarak (yang diberkahi).
    
    [171]
    
     Jika sekiranya terdapat satu perbuatan atau pikiran dalam 
    diri Isa yang tidak disenangi Allah, Roh Suci itu sudah tentu telah meninggalkan 
    Isa sekurang-kurannya untuk seketika selama ketidak-taatannya itu, tapi ternyata 
    tidak begitu halnya dengan Isa.  Kemurnian 
    dan kesucian pribadi Isa adalah dalam satu kesatuan dengan Roh Allah, Roh 
    kesucian itu.
         Keharmonisan total antara Isa dan Roh 
    Allah itu tidak pernah dialami oleh siapapun.  
    Isa adalah satu-satunya orang yang memenuhi syarat untuk berhubungan 
    dengan Roh yang sempurna, tidak ada tandingan dan tidak terganggu.  Seharusnya demikian jika dia adalah manifestasi 
    Allah dalam dirinya.  Tidak ada siapapun 
    yang bisa berada dalam satu keharmonisan total dengan Roh Allah kecuali dia 
    yang datang dari Allah.  Sebab itulah 
    Isa dilahirkan tanpa dosa – untuk melayakkannya diperkuat oleh Roh Suci secara 
    kekal dari awal hidupnya, agar dia dapat menyatakan Allah Yang Sempurna itu 
    kepada umat manusia.
    
     
    
    
    
     
    
    
Ketiada-dosaan Isa Ditunjukkan oleh Penentangan Orang-orang 
    Munafik. 
    
     
    
    
Benda-benda 
    yang sama biasanya bercampur satu sama lainnya, tetapi benda-benda yang berlawanan 
    membuahkan reaksi.  Setiap  
    reaksi itu sepadan dengan perbedaan antara kedua benda yang berlawanan 
    itu.  Jika reaksi itu kecil, disebabkan perbedaannya juga kecil.  Tetapi jika reaksi itu hebat, maka itu adalah 
    disebabkan oleh perbedaan yang besar.
         Dalam kedua jenis dan derajat, penentangan 
    yang Isa terima dari manusia di zamannya itu adalah belum pernah terjadi sebelumnya.  
    ‘Abbas Al-‘Aqqad, seorang akhli terpelajar moden Mesir, telah mengatakan 
    tentang penentangan yang dihadapi oleh Isa sebagai ‘yang paling bersifat kepala 
    batu yang pernah dihadapi oleh nabi-nabi Allah; lebih hebat dalam tingkat 
    dan kualitas daripada penolakkan tempo lainnya yang dihadapi rasul-rasul lain’.
    
    [172]
    
    
         Penentangan seperti itu yang timbul karena 
    perbedaan antara Isa dengan mereka yang menentangnya adalah perbedaan antara 
    ketidak-berdosaan dengan kemunafikan kejahatan.  Ini disebabkan dia adalah nur cahaya sempurna 
    sehingga yang menentangnya dengan kuasa-kuasa kegelapan adalah sesuatu yang 
    belum pernah terjadi sebelumnya.
 
Ketiada-dosaan Isa Ditunjukkan dengan Dia Diangkat  
    ke Sisi Allah 
    
     
    
    
Kita 
    diberitahu bahwa Isa telah diangkat ke sisi Allah, namun bila dia ada dosa 
    dia pasti tidak akan dapat bersama Allah.  
    Karena jika Isa telah melakukan satu dosa atau mengabaikan satu perbuatan 
    baik, dia tidak boleh hadir di dalam hadirat Allah yang Maha Suci.
         Kehidupannya yang tanpa dosa itu bukanlah 
    satu yang  relatip tetapi satu kesempurnaan 
    yang Ilahi. Kesempurnaan ini bukanlah dinilai atau diukur oleh standar-standar 
    manusia tetapi dengan standar Ilahi, karena standar-standar manusia tidak 
    akan melayakkan siapapun untuk diangkat ke sisi hadirat Allah.  
    Pengangkatan Isa ialah suatu bukti bahwa hidupnya yang tanpa dosa dipunyai 
    oleh tingkat Tertinggi itu.
         Al-Qur’an 
    menyatakan bahwa Isa ialah ‘hamba Allah’ (‘Abdu’llah) 
    itu 
    
    [173] 
    
    .  Akhli-akhli Sufi percaya bahwa  hamba ini:
Merupakan penganut yang sempurna, di mana keatasnya 
    Yang Maha Kuasa telah memanifestasikan semua Nama-nama-Nya; bahwa dia adalah 
    lambang atau ringkasan kesemua yang perlu ada pada seorang ‘penganut’; dan 
    dengan menyadari Nama-nama Allah, yaitu nama yang tertinggi dan meliputi semua 
    Sifat-sifat Ilahi, dia mencapai tahap ketenteraman dan derajat kesempurnaan 
    yang paling luhur yang bisa dicapai oleh manusia.
    
    [174]
    
    
          Kesucian dan kesempurnaan ini ialah sesuatu 
    yang berlainan dari apa yang dimiliki oleh para malaikat, karena tidak ada 
    satu malaikatpun Yang Maha Kuasa manifestasikan atas semua Nama-nama-Nya.  
    Dan di atas semua itu, tidak ada satupun dari kalangan para malaikat 
    yang telah “menyadari” Nama Allah, yaitu nama yang tertinggi.
         Sifat hamba Isa ini tidak terganggu sejak 
    dia dilahirkan sampai dia diangkat.  Dia 
    adalah seorang penganut yang sempurna sejak dari buaian. “Kesadarannya” akan 
    Nama Allah tidak datang dari proses  usaha dan perjuangan dalaman pribadinya, tetapi 
    adalah kepunyaannya dengan kebajikan sifat-sifat dasarnya, dari keabadian 
    sebagai Firman Allah yang Kekal itu.
         Sekarang jika, dari saat-saat pertama 
    kehidupannya di bumi, dia sudah berada di dalam derajat kesempurnaan yang 
    paling luhur yang bisa manusia capai, apa lagi yang perlu dicapai olehnya 
    sepanjang hayatnya itu?  Tidak ada!  Dia sudah diberi derajat kesempurnaan yang 
    paling luhur.
         Dengan menyadari bahwa tidak ada seorangpun 
    yang telah memanifestasikan Nama Ilahi seperti Isa (walaupun ada yang menggugat 
    telah bebbuat demikian, tapi tanpa bukti-bukti yang bisa disyahkan), kita 
    akan lantas bertanya: Mengapa perlu yang lain berusaha keras untuk mencapai 
    dan mengekalkan satu tingkat kesucian yang terbatas, sedangkan Isa telah diberi 
    kesempurnaan sejak lahir?  Jika Isa 
    tidak Ilahi dengan Keilahian yang mutlak, maka manifestasinya akan Nama Allah 
    yang cukup luas
    
    [175]
    
     tidak mungkin benar.  Karena 
    jika Keilahiannya itu tidak mutlak tetapi relatip (jika persoalan tersebut 
    memungkinkan), ia akan kekurangan kebesaran Allah, lalu ia adalahmerupakan 
    perwakilan Allah yang tidak benar.  Karena 
    tidak ada yang relatip bisa mewakili dan menunjukkan apa-apa yang mutlak.  
    Relatip hanya bisa menunjukkan yang relatip dan mutlak menunjukkan 
    yang mutlak.
         Ada orang yang mungkin membantah bahwa 
    Isa mencapai hanya derajat kesempurnaan paling luhur itu saja yang bisa dicapai 
    oleh manusia, maka itu berbeda pencapaiannya dari yang ilahi.  Jika kita melihat akan semua sifat-sifat ilahi 
    yang Isa manifestasikan, kita akan dapati bahwa dia tidak memanifestasikan 
    mereka pada tingkat manusia tertinggi, tetapi dia memanifestasikan sifat-sifat 
    Allah itu.  Sebagai contohnya, bila 
    dia berhadapan dengan orang mati, dia tidak memberikan satu penyelesaian tingkat 
    manusia setinggi apapun yang mungkin.  Tidak. Dia membangkitkan orang mati dengan 
    satu ucapan, sama seperti yang Allah akan lakukan. Begitu juga dengan perbuatannya 
    dalam mencipta, bukan satu pencapaian tertinggi yang bisa seorang manusia 
    capai, tetapi ia adalah satu penciptaan ilahi, daripada tanah dan dimasukkannya 
    nyawa dengan cara penghembusan, sama seperti yang dilakukan oleh Allah.
         Adalah penting juga untuk kita perhatikan 
    bahwa Isa dalam kehidupannya yang suci dan tanpa dosa tidak menunjukkan kesempurnaan 
    tertinggi malaikat atau manusia, tapi memanifestasikan Nama Allah yang cukup 
    luas itu.
    
    [176]
    
     Jika kesuciannya hanya bisa dibandingkan dengan apa yang 
    dimiliki oleh para malaikat, dia pastinya akan jauh daripada manifestasi Nama 
    Allah yang cukup luas itu.  Tetapi 
    sebaliknya, kesucian Isa adalah terlalu besar sehingga dialah sumber berkah 
    kepada para malaikat. Dr. Mustafa Mahmoud dalam memetik al-Hasan al-Basri, 
    mengatakan:
    
     
    
    
Allah mengingini dia [Isa] untuk bersama dengan 
    para malaikat agar mereka mencapai berkahnya (baraka), karena dia ialah Firman Allah dan Roh-Nya.
    
    [177]
    
    
    
     
    
    
         Jadi Isa ialah sumber berkah di syurga 
    dan juga di bumi. Kesempurnaannya bukan sesuatu yang pasif tetapi sesuatu 
    yang aktip, agar kedua-dua malaikat dan manusia menimba dari berkahnya.
    
     
    
    
    
     
    
    
Kesimpulan 
    
     
    
    
Menurut 
    akhli-akhli Sufi, ‘setiap insan mempunyai satu nafs-e nasut, yakni satu nafsu jiwa manusia yang dikendalikan. Ahli-ahli 
    filsafat memanggilnya sebagai “roh hewan” (ruh haiwaini), dan dasar jiwa manusia inilah yang menghalangi penyatuan 
    manusia dengan alam Ilahi’
    
    [178]
    
    
         Dr. Javad Nurbakhash menulis:
Jika hanya anda bisa memerdekakan diri anda dari 
    jiwa manusia dan nafsu-nafsunya, dengan cara bertapa sebagai bentuk penyangkalan-diri 
    dan penghapusan-diri, barulah anda secara otomatis bisa mencapai keadaan suatu 
    tingkat, seperti Al Masih, kediaman paling dalam istana Ilahi (Lahut),  yaitu tahap Wahadat Intisari Ilahi, dan menjadi 
    diberkati dengan keabadian.
    
    [179]
    
    
    
     
    
    
         Pencapaian ini tidak pernah menjadi satu 
    realitias sejarah kecuali dalam Isa. Jelaslah tidak ada orang yang melakukan 
    seperti yang dilakukan oleh Isa.  Kehidupannya 
    yang tanpa dosa dan kesuciannya tidak dibantu oleh siapapun, sehingga membuat 
    penyair ‘Attar menyeru kepada Allah untuk membersihkan jiwanya, dengan Isa 
    Al Masih menjadi model didepan matanya:
    
     
    
    
Bersihkan aku, Ya Tuhan, dari jiwa yang ternoda 
    ini,
Agar aku bisa mencapai kesucian abadi untuk diriku, 
    seperti Isa.
    
    [180]
    
    
    
     
    
    
         Penyatuannya dengan Intisari Ilahi dan 
    keabadiannya bukanlah keputusan dari petapaan penyangkalan-diri, tapi adalah 
    kepunyaannya sejak lahir. Sepanjang hidupnya ketaatannya kepada Allah adalah 
    lengkap dan sempurna.  Dan dengan itu 
    Isa menghormati Allah dengan hormat yang layak bagi Allah itu.  Dia adalah Manusia Sempurna dalam Sifat hamba 
    yang lengkap, dan melalui kemanusiaan dan Sifat hambanya, Keilahiannya memancar.
         Muhammad Mahmoud Taha, dalam bukunya The Second Message of Islam mengatakan:
Adalah lengkap ditegakkan bahwa tiada seorangpun 
    yang akan menghormati dan takut akan Allah seperti  yang Dia layak dihormati dan ditakuti kecuali 
    Diri-Nya Sendiri.  Dan maka Dia [Sendiri] 
    ialah tangga yang menuju kepada Tuhan semua tangga-tangga dalam tempat Kemuliaan-Nya, 
    melalui Sifat hamba, kerendah-hatian dan kepatuhan....Sifat hamba adalah suatu 
    yang kekal...sama seperti Ketuhanan itu kekal....Sifat hamba mutlak menuntut 
    pengetahuan akan Allah secara mutlak, dan ini [pengetahuan akan Allah secara 
    mutlak] kepunyaan hanya bagi Allah...
    
    [181]
    
    
    
     
    
    
         Kemanusiaan dan ketaatan tidak melambangkan 
    ketidak-hadiran yang Ilahi; tetapi, jika dijumpai dalam ukuran sempurna mereka, 
    mereka adalah satu bukti Keilahian.  Karena ketaatan mutlak menuntut pengetahuan akan Allah yang mutlak, 
    dan pengetahuan mutlak akan Allah itu hanya kepunyaan Allah semata.  
    Kesempurnaan Isa di bumi ialah satu bukti pengetahuan mutlaknya akan 
    Allah yang berada di syurga, begitu juga sebaliknya hal itu merupakan satu 
    bukti Keilahiannya.
         Sekali lagi, kesimpulan ini adalah konsisten 
    dengan semua yang telah kita sebutkan atau bahaskan sebelumnya, terutamanya 
    mengenai kepercayaan bahwa Isa adalah satu-satunya yang datang dari Allah, 
    yang mempunyai sifat-sifat dasar Allah dan tahu Allah dalam arti kata yang 
    mutlak.
         Kesempurnaan Allah diperkuat lagi dengan 
    Al-Qur’an, Hadis dan tulisan-tulisan 
    Sufi.  Ia adalah satu ciri pribadinya 
    yang menakjubkan.  Jika pembaca ditanya 
    untuk menamakan seorang yang tidak pernah berdosa dalam satu perkarapun (katakan, 
    iri hati) sepanjang hayatnya, pembaca tidak akan bisa menamakan siapa seseorang 
    itu.  Hadis mengatakan ‘Syetan bercokol 
    di dalam pikiran manusia seperti aliran darah di dalamnya.’
    
    [182]
    
    
         Satu lagi Hadis mengatakan Muhammad selalu 
    ‘meminta ampun dan berpaling kepada Allah di dalam pertobatan lebih dari tujuh 
    puluh kali sehari’
    
    [183]
    
     Dengan kata lain, tidak ada seorangpun yang sempurna dalam 
    satu cara pasif (yakni tidak melakukan apa-apa kesalahan dalam hidupnya).  Isa bagaimanapun, adalah sempurna dalam cara 
    pasif di semua aspek kehidupannya; setiap hari dalam hidupnya.  Sekali lagi, jika pembaca disuruh menamakan 
    seorang yang sempurna dalam hanya satu sifat kebajikan (yakni melakukan sesuatu 
    kebajikan dengan aktip) hanya sehari dalam hidupnya, anda pasti tidak bisa 
    mencari orang seperti itu. Mungkin ada beberapa ukuran sifat kebajikan dalam 
    diri beberapa orang tertentu tetapi tidak akan sampai ke satu tahap kesempurnaan. 
     Dalam kata lain, tidak ada seorangpun 
    yang sempurna dalam cara yang aktip walau hanya untuk sehari saja. Al Masih 
    sebaliknya, adalah sempurna dalam satu cara aktip dalam setiap sifat kebajikannya 
    sepanjang hidupnya di bumi.
         Bila para olahragawan-olahragawati berdiri 
    di garis pacu untuk bertanding dalam acara Olimpiade seperti perlumbaan lari, 
    mereka harus diuji dirinya sebelum mendapat tempat.  Prestasi yang bisa dicapai diperbandingkan 
    antara peserta lomba.  Perbedaan di 
    antara peserta lomba mungkin hanya beberapa saat saja untuk sampai di garis.  
    Apabila kita membandingkan Isa, tidak ada seorangpun yang layak berdiri 
    di sisinya.  Tidak ada seorangpun yang bisa menandinginya.  Tidak ada seorangpun yang sempurna walau dalam 
    satu bagian untuk melayakkan diri dalam pertandingan tersebut.  Ini sungguh menakjubkan.  Sebab itulah dia saja yang layak untuk bersama 
    Allah.
         ‘Terpujilah bagi dia yang tidak berdosa, 
    dan bebas dari kesalahan’
    
    [184]
    
    , begitulah bunyi satu ungkapan terkenal.  
    Ungkapan ini melebihi semua makhluk yang tercipta. Dan  
    bukan hanya ditujukan kepada Allah, tetapi juga kepada Isa.
         Hanya Allah yang sempurna dan tidak berdosa.  
    Dan begitu juga dengan Isa Firman-Nya.  
    Jadi Isa adalah kepunyaan Yang Ilahi Sempurna dan bukannya orde tercipta.
    
    
SIFAT-SIFAT DASAR AL-MASIH ISA : PENGESAHAN BUKTI-BUKTI 
    (II)
Firman Kehidupan Kekal Ada 
    Bersamanya         
Kuasanya untuk Menghapus dan 
    Mengampuni Dosa-dosa  
Dia Adalah Pengetahuan Tentang 
    Hari Kiamat
    
Ciri-ciri Penghakiman Isa  
Dia yang Memusnahkan Si Dajjal         
Gambaran-gambaran Isa    
Al-Qur’an, atau Kitab Allah 
Nama Keagungan Allah 
    
    Wajah Kehidupan Yang Akan Datang     
Kesimpulan  
Firman Kehidupan Kekal Ada Bersamanya 
Kerinduan 
    manusia untuk Kehidupan Kekal itu sama usianya dengan kehidupan manusia itu 
    sendiri.  Namun Adam telah diperdaya 
    dan mengingkari Allah.  Akibatnya, 
    bersama-sama dengan Adam seluruh umat manusia kehilangan Firdaus.  Al-Qur’an 
    mengatakan:
Lalu Syetan memperdayakannya seraya berkata: “Hai 
    Adam! Maukah engkau ku tunjukkan pohon Khuldi, dan sebuah Kerajaan yang tidak 
    akan pernah runtuh?” Lalu keduanya Adam dan Hawa memakan buah pohon itu, maka 
    terbukalah kemaluannya, lalu keduanya menutupi dengan daun-daun kayu syurga.  
    Adam tidak mematuhi pesan Tuhannya, karena itu dia tersesat. 
    
    [185] 
    
    
    
    
Allah berfirman: “Turunlah kalian dari syurga 
    itu bersama iblis sekalian, sebagianmu menjadi musuh oleh yang lain.  Nantilah sampai datang petunjuk daripada-Ku! 
    Siapa yang menuruti petunjuk-Ku itu, niscaya dia tidak akan sesat dan sengsara!” 
    
    [186] 
    
    
         Tapi jika musuh Allah itu ialah seorang 
    pendusta, maka Allah adalah benar.  Dialah 
    yang sebenarnya memberi Kehidupan Kekal dan sebuah kerajaan yang tidak akan 
    pernah runtuh.  Al-Qur’an menjanjikan:
Sesungguhnya mereka yang sudah lebih dahulu mendapat 
    taufik dari Kami, mereka dijauhkan dari neraka itu, bahkan mendengar deru 
    api neraka sajapun tidak. Mereka berketerusan menikmati kebahagiaan yang dingini 
    oleh dirinya.  Mereka tidak digentarkan 
    oleh kejutan dahsyat pada hari kiamat, bahkan mereka disambut mesra oleh malaikat 
    dengan ucapan: “Inilah Hari-bahagiamu yang pernah dijanjikan kepadamu dahulu”. 
    
    [187] 
    
    
         Razi memberitahu kita bahwa ketika Isa 
    memanggil pengikut-pengikutnya, dia berkata kepada mereka:
‘Sekarang kalian menangkap ikan, tapi jika kalian 
    mengikut aku kalian akan menangkap manusia untuk Kehidupan Kekal.’  Lalu mereka meminta satu mujizat darinya.  
    Simion telah coba menangkap ikan semalaman tapi tidak dapat seekorpun.  
    Isa menyuruhnya menabur jalanya sekali lagi, dan sekarang mereka dapat 
    menangkap begitu banyak ikan sehingga jala mereka hampir koyak.  Lalu mereka meminta bantuan dari sebuah perahu 
    yang berdekatan, dan kedua perahu itu sarat dengan ikan.  Lalu merekapun percaya akan dia. 
    
    [188] 
    
    
         Pengikut-pengikut itu menginginkan bukti 
    agar jika mereka mengikuti Isa mereka akan menangkap manusia untuk Kehidupan 
    Kekal.  Isa menyediakan bukti itu – 
    bukti yang dilihat oleh mata mereka dan disentuh oleh tangan mereka sendiri.  
    Bukti ini begitu berlimpah-ruah sehingga ia  
    menegangkan jala mereka dan berlimpah-ruah sampai ke tetangga-tetangga 
    mereka.  Mereka menyadari bahwa mereka mendapatkan hak istimewa bukan saja 
    ditangkap oleh Isa bagi Kehidupan yang Kekal, tapi juga untuk menangkap orang 
    lain bagi Kehidupan dengan firman-firmannya.
         Isa adalah nelayan yang teragung.  Dia mengajar pengikut-pengikutnya, yang kebanyakannya 
    bekerja sebagai nelayan, bagaimana caranya menangkap manusia untuk Kehidupan 
    Kekal.  Seorang nelayan meninggalkan 
    daratan untuk turun ke laut dengan satu tujuan utama untuk membawa hasil ikan.  
    Dan segera setelah dia dapat menangkap ikan, dia akan kembali ke daratan. 
    Isa datang dari Keabadian untuk membawa kembali manusia ke Keabadian.
         Baidawi mengatakan, ‘Dia dipanggil sebagai 
    roh karena dia pernah membangkitkan tubuh yang mati dan hati yang mati kepada 
    kehidupan’.
    
    [189]
    
      Dia juga mengatakan Isa dipanggil sebagai Firman 
    Allah karena ‘dia seperti Kitab Allah’,
    
    [190]
    
     karena dengan kata-katanya agama menjadi hidup, jiwa manusia 
    menjadi hidup kekal, dan manusia dibersihkan dari dosa-dosanya.
    
    [191]
    
    
         Dengan Isa tidak akan ada kata-kata ‘jika’, 
    ‘tetapi’ atau ‘mungkin’. Bila seseorang itu sudah tertangkap, dia akan tertangkap 
    selama-lamanya.  Kepastian Kehidupan 
    Kekal yang diberikan melalui firman-firmannya itu diperkuat dengan pembangkitan 
    Isa akan orang-orang mati dengan izin Allah. 
         Jadi Isa bukan saja membangkitkan tubuh 
    dan hati yang sudah mati kepada kehidupan; dia juga memberi Kehidupan Kekal 
    kepda jiwa manusia dengan kata-katanya.  Ingatlah: 
    kenyataan Baidawi bahwa jiwa manusia hidup selama-lamanya oleh kata-kata Isa 
    telah dibuat dalam konteks Isa diperkuat dengan Roh Suci, di mana Razi menyatakan:
Pemberian esklusif Jibril kepada Isa [dalam teks-teks 
    Al-Qur’an menyatakan Roh Suci, bukan Jibril] ialah satu ciri yang paling 
    istimewa, agar tidak ada seorang nabi lain dikalangan para nabi yang diperbedakan. 
    
    [192] 
         
         Jika Allah, dengan memberi Isa kuasa untuk 
    membangkitkan orang mati, adalah secara sengaja untuk menyatakan bahwa Isa 
    bukan dari kalangan orde tercipta tapi dari Allah yang Hidup, sampai berapa 
    besar bukti pemberian-Nya kepada Isa kuasa untuk memberi Kehidupan Kekal kepada 
    jiwa itu?  Sekali lagi kesimpulan itu 
    tidak bisa dielakkan: Isa benaR-benar sempurna dari Firman Allah yang Ilahi.
Kuasanya untuk Menghapus dan Mengampuni Dosa-dosa 
Masalah dosa
    
    [193]
    
     telah melanda manusia sejak zaman Adam lagi, dan akan terus 
    terjadi demikian sampai pada masa yang ditentukan oleh Allah tiba.  Dalam setiap insan ada satu kecenderungan ke arah kejahatan, seperti 
    yang dinyatakan oleh Al-Qur’an: 
    ‘karena memang nafsu itu selalu merangsang untuk berbuat kejahatan, kecuali 
    nafsu yang disayangi oleh Tuhanku.’
    
    [194]
    
     Dan Hadis menyatakan: ‘Syetan bercokol di dalam pikiran 
    manusia seperti aliran darah di dalamnya.’
    
    [195]
    
    
         Tapi akibat kejahatan itu bukanlah satu 
    perkara yang ringan:
Sebenarnya barangsiapa yang berbuat dosa, sedang 
    dosanya itu telah melilit sekujur tubuhnya, merekalah penghuni neraka.  
    Mereka kekal didalamnya. 
    
    [196] 
    
    
         Supaya manusia keluar dari sifat yang 
    hina di Hari Kiamat, dosanya harus diampuni: 
Ya Tuhan kami! Ampuni dosa-dosa kami, dan hapuskan 
    kesalahan-kesalahan kami, serta wafatkanlah kami dengan nilai amal yang sama 
    dengan orang-orang berbakti. Wahai Tuhan kami! Berikanlah kepada kami apa 
    yang Engkau telah janjikan dan janganlah Engkau hinakan kami di hari kiamat.
    
    [197]
    
    
          Terdapat banyak bukti-bukti dalam isi 
    Al-Qur’an bahwa Ibrahim, Musa, Daud  dan Muhammad telah berdosa.  Ibrahim menyatakan perlunya untuk diampuni 
    ketika dia berkata tentang Allah:
Yang menciptakan aku, dan Dialah yang menunjuki 
    aku...Dia yang mematikanku, kemudian Dia pula yang menghidupkanku kembali 
    di akhirat.  Dialah yang sangat kuharapkan 
    sudi mengampuni kesalahanku pada Hari Perhitungan. 
    
    [198] 
    
    
         Musa, di mana Allah memilihnya untuk berbicara 
    dengannya secara langsung 
    
    [199] 
    
    , juga menemukan dirinya perlu mendapat pengampunan setelah 
    dia memukul dan membunuh seorang kebangsaan Mesir:
Musa berdoa: “Ya Tuhanku! Bahwasanya aku telah 
    berlaku aniaya terhadap diriku sendiri, karena itu ampunilah aku”. 
    
    [200] 
    
    
         Begitu juga Daud yang ‘meminta ampun kepada 
    Tuhannya sambil menyungkur sujud dan bertobat’.
    
    [201]
    
      Maka ketiga-tiganya : Ibrahim, Musa dan Daud, 
    tau bahwa mereka memerlukan pengampunan dari Allah.
         Muhammad juga menemukan dosa-dosanya sebelum 
    kerasulannya terlalu berat untuk dipikul.  Ini yang dinyatakan dalam Al-Qur’an:
Bukankah Kami telah melapangkan dadamu? Dan Kami 
    telah menurunkan bebanmu yang telah melentikkan punggungmu. 
    
    [202] 
    
    
         Beban yang membuat punggung Muhammad melentik 
    bukan secara fisik, tapi secara spirituil.  Kata Wezr yang diterjemah 
    sebagai beban dalam ayat di atas ialah satu kata istimewa yang membawa maksud 
    dosa-dosa dalam bahasa Al-Qur’an.  Contohnya dalam Surah 16:25 menyatakan: ‘supaya 
    mereka memikul dosanya (awzar, jamak 
    bagi wezr) sepenuh-penuhnya pada 
    hari kiamat (lihat juga Al-Qur’an 
    6:31, 6:164, 17:15, 20:100, 35:18).
         Sedang Al-Qur’an menyatakan dosa-dosa yang lalu dalam hidup Muhammad sebagai 
    satu fakta, ia juga menyatakan tentang dosa-dosanya ‘yang akan datang’:
Supaya Allah mengampuni dosamu yang telah lalu 
    dan yang akan datang, serta menyempurnakan nikmat-Nya kepadamu dan memimpinmu 
    ke jalan yang lurus.
    
    [203]
    
    
    
     
    
    
         Ini juga ditegaskan oleh Hadis yang mengatakan 
    Muhammad biasa ‘meminta ampun dan berpaling kepada Allah dalam pertobatan 
    lebih dari tujuh puluh kali sehari’ 
    
    [204] 
    
     Bukhari mencatat doa Muhammad seperti berikut:
Ya Allah! Ampunilah kesalahan-kesalahanku dan 
    kelalaian serta perbuatan-perbuatanku yang melampaui batas kemuliaan; dan 
    ampunilah apa saja yang Engkau mengetahui lebih daripada aku sendiri.  Ya Allah! Ampunilah kesalahan yang aku telah 
    lakukan samada secara berolok-olok atau serius, dan ampunilah kesilapan-kesilapanku 
    baik yang disengajakan ataupun tidak, dan segala yang ada pada diriku’
    
    [205]
    
    
    
     
    
    
         Sesungguhnya dia terus meminta ampun sampai 
    hembusan nafasnya yang terakhir. 
    
    [206] 
    
      Dalam bab terakhir kita menyingkap penyair 
    Sufi yang menyeru:
Bersihkan aku, Ya Tuhan, dari jiwa yang ternoda 
    ini,
Agar aku bisa mencapai kesucian abadi untuk diriku, 
    seperti Isa.
    
    [207]
    
    
    
     
    
    
         Ini bukan hanya satu jeritan seorang penyair 
    tetapi jeritan semua orang-orang yang jujur dan tulus hati dalam setiap generasi.
         Berita baiknya ialah: seperti yang Baidawi 
    nyatakan kepada kita, kata-kata Isa ‘...menyucikan [manusia] dari dosa-dosa’.
    
    [208]
    
      Ini artinya ialah seorang yang bukan saja tidak 
    berdosa tetapi menyucikan orang lain dari dosa-dosa mereka.  Ini sesungguhnya adalah benar bagi kehidupan: 
    hanya dialah yang bersih  bisa dipercayai 
    untuk melakukan penyucian.  Yang tercemar dan yang dicemar tidak bisa melakukannya.
         Isa menyediakan manusia untuk Hari Pembalasan.  
    Dia membersihkan mereka dan mempersembahkan mereka tanpa dosa kepada 
    Allah.  Sama seperti Isa membangkitkan orang mati dengan izin Allah, begitu 
    juga dia membersihkan mereka dari dosa-dosa mereka dengan izin Allah. Membuat 
    dosa dan diampuni, kemudian berdosa lagi dan meminta ampun LAGI, dan berdosa 
    lagi...ialah satu lingkaran Syetan.  Tapi 
    dibersihkan dari dosa-dosa adalah sesuatu yang menakjubkan!  Inilah pengalaman spirituil yang termegah.  
    Mengalami beban rasa bersalah kita dihilangkan dan noda-noda dosa dibasuh 
    bersih tidak kurang dari satu pengalaman syurgawi di bumi.
         Kenyataan Baidawi bahwa kata-kata Isa 
    membersihkan dosa-dosa, sama seperti kenyataannya bahwa semua jiwa manusia 
    hidup kekal abadi karena kata-kata Isa, yang juga dibuat dalam konteks Isa 
    diperkuat dengan Roh Suci (lihat bagian sebelumnya).  Maka kuasa membersih kata-kata Isa ialah satu lagi aspek pemberian 
    Roh kepadanya, yang juga merupakan satu lagi aspek ciri-ciri-cirinya yang 
    istimewa.
         Ibn ‘Arabi, segel bagi pengikut-pengikut 
    setia Muhammad, berhutang pertobatannya kepada Isa.  Coba dengar kata-katanya:
    
     
    
    
Saya bertemu dengannya [yakni, Ibn ‘Arabi sering 
    bertemu dengan Isa]; Dia lah yang menyuruh aku dan membantu aku untuk bertobat 
    [secara harfiah: ke dalam tangan-Mu aku bertobat].  Dia meminta pemberkahan Allah dalam penyetujuanku 
    supaya aku dapat teguh dalam iman dalam hidup ini dan yang akan datang; dan 
    dia memanggilku sebagai kekasih, dan memerintahku untuk menyangkal dunia dan 
    menjadi seorang petapa. 
    
    209] 
    
    
         Ungkapan ‘ke dalam tangannya’ membawa 
    arti bahwa tidak ada seorangpun kecuali Isa yang bertanggungjawab untuk perubahan 
    hati dan pertobatan Ibn ‘Arabi.  Tanpa 
    bantuan tangan Isa, Ibn ‘Arabi mungkin akan terus tinggal dalam lingkaran 
    Syetan dan bergumul dengan dosa-dosanya, tidak bisa memulai kehidupan berimannya.
         Allah telah memberi Isa Al Masih kuasa 
    untuk membersihkan manusia daripada dosa-dosa mereka.  Tapi kuasa itu hanya kepunyaan Allah sendiri saja.  Dan ini adalah satu lagi bukti bahwa Isa Al 
    Masih adalah Firman Allah yang Ilahi itu.
Dia Adalah Pengetahuan Tentang Hari Kiamat 
    
     
    
    
Merenung 
    kembali penemuan-penemuan kita di Bagian Pertama, kita juga bisa mengerti 
    sifat Isa dari aktivitas-aktivitasnya sebelum Hari Kiamat.
    
     
    
    
1.  Dia akan memulihkan dunia ini kepada keadaan 
    asalnya, yaitu sama seperti sebelum keingkaran Adam.  Seperti yang dinyatakan oleh Hadis: 
    
      
    
    
Pohon-pohonn akan berbuah seperti di zaman Nabi 
    Adam, supaya sekumpulan manusia akan berkumpul di sekeliling syetangkai buah 
    anggur dan dikenyangkan, atau sekeliling sebiji buah delima dan rasa lapar 
    mereka akan dipuaskan.
    
    [210]
    
    
 
    
      
    
    
    
     
    
    
2.  Untuk menghormati kedatangan kembali Isa, mesjid-mesjid 
    akan miring.
         Pergerakan bangunan-bangunan yang demikian 
    merupakan tindakan yang terdekat kepada manusia bersujud untuk menyembah.  
    Jika seorang nabi besar seperti Yahya bersujud kepada Isa semasa masih 
    berada dalam rahim ibunya, apa lagi dengan ‘mesjid-mesjid...yang miring menyambut 
    lagi kemunculan Isa, karena dia akan datang kembali...dan mereka yang hidup 
    sampai masa kedatangannya akan percaya kepadanya’.
    
    [212]
    
    
         Jika Yahya percaya bahwa Isa adalah Firman 
    Allah dan menunjukkan imannya dengan cara bersujud, begitu juga dengan mereka 
    yang sempat hidup hingga ke kedatangannya.  
    Mesjid-mesjid, para nabi dan sekalian manusia akan sujud kepadanya 
    hanya jika dia adalah Ilahi.
    
     
    
    
3.  Penghakiman Isa adalah satu dengan penghakiman 
    Allah, karena Hadis mengatakan:
Dan mereka yang menyentuh Isa anak Maryam akan 
    menjadi antara mereka yang paling tinggi di kalangan manusia. Dan menyentuh 
    Isa akan dipandang tinggi.  Dia akan 
    mengusap [air mata atau kesedihan] dari wajah manusia [atau, akan mengusap 
    wajah mereka], dan akan memberitahu mereka derajat mereka di Firdaus. 
    
    [213] 
    
    
         Isa akan memberitahu manusia derajat mereka 
    di Firdaus sebelum Hari Kiamat. Penilaiannya ke atas manusia bukan saja sama 
    dengan penilaian Allah tetapi adalah yang final/akhir.  
    Dia mengetahui takdir abadi manusia.  
    Semua ini bisa mungkin jika dia adalah Firman Allah yang Ilahi itu.
4.  Penghapusan Isa terhadap kuasa-kuasa kejahatan 
    yang diwakili oleh si Dajjal ialah satu tindakan secara langsung Penghakiman 
    Ilahi.  Jilani menulis tentang kemunculan 
    semula Isa:
Dan Isa Roh itu akan turun dan tombak kemenangan  
    berada dalam tangannya.  Maka dia akan membunuh si Dajjal.  Karena Isa ialah Roh Allah yang bertakhta [roh Allah al-Malek] dan bila kebenaran 
    itu datang, kepalsuan akan lenyap [Al-Qur’an, 
    17:81] dan pemerintahan yang palsu serta penipuan akan hancur. 
    
    [214] 
    
    
         Kata malek  yang digunakan untuk 
    menggambarkan Isa di atas juga didapati dalam pembukaan Al-Qur’an:
Segala puji kepunyaan Allah, Tuhan semesta alam.  Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, Yang 
    menguasai (malek) Hari Pembalasan...
    
    [215]
    
    
    
     
    
    
         Konteks yang Jilani gunakan untuk kata 
    malek itu ialah satu penghakiman, dan penghakiman yang dirujukkan 
    itu ialah yang berkaitan dengan Hari Pembalasan, yaitu yang memiliki pengetahuan 
    itu ialah Isa.  Demikian juga kata 
    yang digunakan di dalam Al-Qur’an 
    merujuk kepada Allah yang menguasai Hari Pembalasan, Hari untuk penghakiman.
         Dari sini kita bisa memperhatikan bahwa 
    hak istimewa Ilahi sebagai Penguasa hari penghakiman terakhir itu dipunyai 
    bukan hanya oleh Allah tetapi juga Isa. Isa ialah Penguasa Hari Kiamat.  Sama seperti Allah telah berikan kepadanya 
    kuasa untuk membangkitkan orang mati, yang merupakan sifat Ilahi, begitu juga 
    Dia telah memberi kuasa untuk menjadi malek 
    Saat itu – untuk menghakimi semua manusia. Penghakiman Isa adalah total dan 
    final.  Penghapusannya atas semua yang 
    palsu dan penipuan adalah sempurna.
         Allah adalah malek Hari Kiamat.  Kenyataan 
    Isa akan melaksanakan penghakiman itu, bahwa dia memanifestasikan ciri-ciri 
    malek, hanya bisa mungkin  
    jika dia adalah Ilahi.  Karena penghakiman untuk semua ialah satu daripada 
    sifat pribadi Allah yang tidak dibantu oleh manusia.
         Kata malek juga bisa ditemukan dalam Al-Qur’an 
    3:26: ‘Katakanlah: Wahai Tuhan yang mempunyai semua kekuasaan (malek)...”.  Di sini kata itu membawa maksud ‘raja tertinggi’. Jadi gambaran 
    Jilani mengenai Isa sebagai Roh Allah 
    al-Malek juga bisa diartikan sebagai Isa adalah Roh Allah yang memerintah 
    sebagai raja.  Dan sesungguhnya, Isa 
    dalam kemunculan semulanya akan memanifestasikan kerajaan Allah.  Melaluinya Allah akan memerintah seluruh dunia.  
    Sesungguhnya inilah penemuan kita akan gelar Al Masih: Isa ialah Raja 
    atas semuanya untuk selama-lamanya.
         Ungkapan ‘Roh Allah yang malek’ berarti bahwa Isa ialah Penguasa 
    Hari Penghakiman atau Penguasa (Raja) kerajaan itu atau kedua-duanya, tidak 
    dapat disangkal lagi bahwa kedua gelar ini adalah gelar-gelar Ilahi.  Dan Isa memanifestasikan keduanya.  Semua ini hanya mungkin bila Isa adalah Ilahi.
    
     
    
    
5.  Semasa pemerintahan Isa, kematian akan menjadi 
    tidak aktip dan tanpa kuasa: ‘Tidak seorangpun yang akan mati, dan tidak seorangpun 
    akan sakit’
    
    [216]
    
    .
         Isa bukan saja membangkitkan yang mati 
    tetapi juga akan menghancurkan kuasa maut. Penguasaannya ke atas maut adalah 
    total.  Tirimizi, ketika menjawab persoalan: 
    ‘Apakah gambaran tentang dia yang layak [segel golongan orang beriman]?’, 
    memetik Ibn ‘Arabi dari Al-Jawab Al-Mostaqim 
    sebagai mengatakan:
Dia dicirikan dengan kesetiaan, karena dalam tangannya 
    adalah kunci-kunci nafas manusia.  Dia 
    [juga] dicirikan dengan penolakan dan pergerakan.
    
    [217]
    
    
    
     
    
    
         Tirimizi kemudian memetik komentar lanjutan 
    Ibn ‘Arabi
    
    [218]
    
     bahwa jawaban itu ialah satu keterangan atas Isa
    
    [219]
    
    .
         Ungkapan ‘karena dalam tangannya adalah 
    kunci-kunci nafas manusia’ ialah satu penterjemahan secara langsung yang bermaksud 
    bahwa Isa berkuasa atas jiwa-jiwa manusia.  Ini dapat dibandingkan dengan satu lagi ungkapan yang dinyatakan 
    dalam Hadis, ‘Oleh dia yang memegang nafas [jiwa] aku’:
Oleh dia yang memegang jiwaku dalam tangannya, 
    Isa anak Maryam akan turun di antara kamu seorang  hakim yang saleh dan seorang pemimpin [imam] yang adil. 
    
    [220] 
    
    
         Di sini Dia yang memegang jiwa-jiwa manusia 
    dalam tangan-Nya ialah Allah. Tapi Ibn ‘Arabi juga mengatakan Isa bahwa ‘dalam 
    tangannya ialah kunci-kunci nafas [jiwa] manusia’. Sifat sebagai menguasai 
    jiwa-jiwa manusia, yang dipunyai Allah, juga adalah kepunyaan Isa hanya bila 
    dia adalah Ilahi.
    
     
    
    
Ciri-ciri Penghakiman Isa 
    
     
    
    
Hadis yang mengatakan tentang Isa datang untuk menghakimi dan memerintah 
    seluruh bumi adalah banyak dan terkenal, seperti contoh-contoh di atas.  Persoalan yang perlu kita jawab ialah: Bagaimana 
    seorang manusia biasa menghakimi seluruh dunia – dan bukan hanya menghakimi 
    antara  bangsa-bangsa tetapi di kalangan bangsa-bangsa, bahkan antara individu-individu?  Bagaimana seorang manusia biasa menghakimi 
    milyaran di muka bumi ini? Dan bagaimana keputusan penghakiman seorang manusia 
    bisa menjadi begitu sempurna sehingga dia bisa mendirikan satu dunia yang 
    sempurna?  Adakah ini pekerjaan suatu 
    makhluk tercipta?
        Mari kita lihat beberapa ciri-ciri penghakiman 
    Isa.
Pertama, 
    penghakimannya adalah penghakiman untuk 
    semua.  Untuk menghakimi semua ialah satu ciri istimewa hanya dipunyai 
    oleh Allah.
         Kedua, ia adalah penghakiman untuk setiap 
    individu, setiap kelompok sosial, politikal dan agama, serta setiap suku bangsa. 
    Tambahan pula, ia adalah yang spontan, tanpa membuat pertimbangan yang panjang, 
    tanpa melalui semua dokumen-dokumen sejarah, dan tanpa saksi mata.  
    Dan ia mempunyai keputusan yang sempurna.  
    Semua ini memerlukan tidak kurang dari pengetahuan 
    Allah.
         Ketiga, dalam setiap penghakiman, bagaimanapun 
    adil hakim tersebut, ia selalu ada rasa dendam, rasa sakit hati, serta bujukan 
    demi bujukan. Tapi penghakiman Isa Al Masih adalah final.  Penghakiman akan diterima dan tidak akan ada 
    ‘kebencian atau rasa dendam’
    
    [221]
    
    
         Bagaimana dia melakukannya?  Adakah dengan kuasa yang ringan saja?  Bagaimana kedua pihak senang dengan keputusan 
    penghakimannya? Siapakah dia di mana setiap manusia sanggup menyerah kepada 
    penghakimannya?
         Isa melakukan ini dengan maju ke arah 
    akar permasalahan kebencian dan menghapuskan akar permasalahan tersebut.  Maka semua kesan sampingan akan hilang.  Masalah kebencian dan dendam yang timbul sejak 
    zaman Adam, ketika Adam mengingkari Allah dan menurut nasihat Syetan.  
    Karena bila hubungan vertikal dengan Allah terputus, hubungan horisontal 
    dengan sesama manusia juga terputus secara otomatis.  
    Tapi bila Isa datang dan kata-katanya membersihkan manusia dari dosa-dosa, 
    hubungan mereka dengan Allah akan dipulihkan dan pada akhirnya kebencian dan 
    dendam dihapuskan.
         Ketika Isa diberi satu-satunya hak istimewa 
    Allah untuk menjadi Hakim bagi semua manusia; ketika Isa menyelesaikan masalah-masalah 
    sejarah suku-suku bangsa yang berakar dalam dan membawa keputusan-keputusan 
    agung satu ciptan baru; ketika Isa memerintah satu dunia di mana Syetan tidak 
    lagi mempunyai tempat di dalamnya – hanya ada satu kesimpulan yang boleh dibuat.  
    Isa Al Masih adalah Firman Allah yang Abadi.
Dia yang Memusnahkan Si Dajjal 
    
     
    
    
Seperti 
    yang sudah kita lihat di Bagian Pertama, si Dajjal akan datang ke dunia dan 
    mengaku dirinya sebagai Allah yang Maha Tinggi bahkan (dengan izin Allah) 
    memanifestasikan beberapa kuasa kemahakuasaan Allah. 
    
    [222] 
    
      Dalam cara ini Al Masih palsu akan menipu manusia.  
    Manusia akan merasa kagum dan seluruh dunia akan mengikut dia, tapi 
    orang-orang yang beriman akan merasa kebinggungan.  
    Apakah dia Allah Yang Maha Tinggi?  
    Apakah kita harus menyembahnya?  Dr. 
    Qaradawi mengatakan:
Si Dajjal akan memenuhi dunia ini dengan ketidak-adilan 
    dan penindasan, sehingga tidak seorangpun dapat lari daripada hasutannya kecuali 
    mereka yang Allah kasihani.  Sehingga 
    akhirnya rahmat Allah mencapai mereka, dan Isa turun ke bumi; dan dengan tangan-Nya 
    menghancurkan si Dajjal, keselamatan bagi manusia dari kesengasaraan dan penindasan 
    akan dipenuhi.
    
    [223]
    
    
            Siapa yang bisa bertahan menentang orang yang memanifestasikan beberapa 
    kuasa kemahakuasaan Allah itu?  Hanya 
    dia yang memanifestasikan semua 
    kuasa kemahakuasaan Allah, dengan izin Allah.
         Hanya seorang saja yang Allah percayakan 
    dengan segala kuasa-kuasa kemahakuasaan-Nya: 
    Isa Firman Allah.  Maka dari itu dia 
    saja yang layak menghancurkan kekeliruan dan penipuan.  
    Untuk menjadi penyelamat bagi semua orang sama seperti menjadi hakim 
    bagi sekalian manusia.  Kehormatan seperti ini hanya ada pada Allah 
    melalui Isa Firman Ilahi-Nya.
         Dalam terang pengertian bahwa Isa Al Masih 
    itu ialah orang yang Ilahi, Kekal dan Bukan Tercipta, barulah kita bisa melihat 
    mengapa Hadis berkata tentang Al Masih palsu berpura-pura mengaku sebagai 
    Tuhan dan mengaku dirinya Ilahi.  Ini 
    adalah karena Al Masih yang benar ialah Ilahi sebab itulah si Dajjal mengaku 
    dia juga Ilahi.
         Kebijaksanaan Allah dalam membenarkan 
    si Dajjal untuk memanifestasikan beberapa kuasa kemahakuasaan, dan lantas 
    mengutus Isa untuk memusnahkannya, ialah untuk mendirikan secara tegas keabadian, 
    sifat dasar Ilahi Isa; bahwa dia adalah Tidak Dicipta, tapi Firman Allah yang 
    Mencipta.
Gambaran-gambaran Isa 
Isa adalah satu-satunya orang yang mempunyai identias yang terangkat secara  
    misterius, sehingga para mufasir dipaksa menggunakan segala ungkapan-ungkapan 
    yang tinggi dan unik untuk menggambarkannya.  
    Mereka katakan dia seperti Al-Qur’an, 
    
    [224] 
    
     atau seperti Kitab Allah, 
    
    [225] 
    
     atau seperti Nama Agung Allah. 
    
    [226] 
    
      Satu koleksi gambaran yang begitu hebat!
    
     
    
    
Al-Qur’an, atau Kitab Allah 
    
    
    
Kita 
    telah mengkaji kesamaan Isa dengan Al-Qur’an 
    dalam Bab 2, di mana kita melihat tentang ulama-ulama Muslim percaya bahwa 
    Al-Qur’an itu:
Sesuatu yang dilafazkan dengan lidah, ditulis 
    dalam Masahif, diingati dalam hati, namun adalah sesuatu yang Kekal, yang 
    wujud dalam Allah Sendiri, tidak bisa dipisahkan atau terpisah dari Allah 
    dengan cara memindahkannya ke dalam hati atau menulisnya di atas kertas.
    
    [227]
    
    
         Razi sendiri percaya bahwa ‘Firman Allah 
    itu...adalah suatu sifat yang cukup lama hadir dalam intisari Allah’,
    
    [228]
    
     tapi dia menyangkal bahwa Isa adalah Firman Allah.  Mengapa?  ‘Karena,’ katanya, 
    ‘adalah mustahil bagi Isa untuk menjadi sebagai Firman dari Allah!’
    
    [229]
    
     (Penitikberatan ditambahkan)
         Tapi apakah kriteria untuk menentukan 
    Kebenaran itu?  Apakah dogma yang mengawali 
    pengertian kita, atau bukti itu adalah suatu fakta yang kokoh dan utuh?
         Firman Allah adalah satu fakta bahwa Isa 
    ‘biasa membangkitkan tubuh dan hati yang mati kepada kehidupan’ dan dengan 
    demikian ‘dia dipanggil sebagai Roh’.
    
    [230]
    
     Ini satu fakta bahwa dengan kata-katanya ‘agama hidup, jiwa 
    manusia hidup secara kekal, dan membersihkan [manusia] dari dosa-dosa’,
    
    [231]
    
     dan dengan itu ‘Dia adalah seperti Kitab Allah’ dan dipanggil 
    sebagai Firman Allah.
    
    [232]
    
    
         Razi sendiri setuju bahwa Isa dipanggil 
    sebagai Roh Allah ‘karena melaluinya Allah membawa manusia kepada kehidupan 
    dan keluar dari penipuan, sama seperti manusia hidup oleh karena roh itu’. 
    
    [233] 
    
      Pendapat bahwa roh itu yang menyebabkan kehidupan 
    bagi seseorang insan bukanlah satu metafor tetapi satu fakta.  Dia juga mengatakan 
Isa adalah pemberi kehidupan kepada manusia dalam 
    agama mereka, dan sesiapa yang seperti itu dipanggil sebagai roh.  Karena sesungguhnya Allah menyatakan dalam 
    Al-Qur’an, ‘dan terjadinya dengan Kalimat 
    Cipta yang disampaikan dengan perantaraan Roh sesuai dengan perintah-Nya’[Al-Qur’an, 
    42:52]
    
    [234]
    
    
    
     
    
    
         Sama seperti manusia tanpa roh adalah 
    mati, begitu juga dengan agama tanpa Isa adalah mati.  Seperti manusia tanpa roh adalah mati, begitu juga manusia tanpa 
    Isa mati dalam tipu muslihat Syetan dan tidak bisa mendapat Kehidupan Kekal. 
    Isa membuktikan dia bisa membangkitkan hati-hati yang mati dan justru memberi 
    Kehidupan Kekal kepada mereka dengan membangkitkan yang mati.  Apakah orang yang datang dengan bukti-bukti 
    yang begitu jelas seperti seorang yang tidak mempunyai bukti langsung?
         Sayangnya, dengan menggunakan banyak gambaran-gambaran 
    agung dan megah mengenai Isa, para mufasir telah mencoba mengelak daripada 
    mengakui bahwa Dia ialah Firman Allah, sama seperti yang disetujui oleh Al-Qur’an 
    sendiri. Mereka menggatakan dia seperti itu dan ini, dan yang lainnya daripada 
    menyatakan langsung dia ialah Firman 
    Allah.
         Tidak ada orang dalam sejarah manusia 
    yang telah disamakan sengan ‘Kitab Allah’ atau ‘Al-Qur’an’.  Persamaan antara 
    roh Isa dengan Kitab Allah ialah suatu yang tidak bisa disangkal lagi, bukan 
    saja dalam terminologi tapi juga dalam bukti-bukti yang berkesan dan  jelas, kecuali satu perkara: kita tidak pernah 
    mendengar Kitab Allah itu membangkitkan orang mati.
         Maulvi Muhammad Ali, dalam catatan kakinya 
    untuk ayat Al-Qur’an, 6:156 menjelaskan 
    makna perkataaan ‘mubarak’(diberkati) 
    sebagai satu gambaran tentang Al-Qur’an, 
    mengatakan:
Perlu menjadi perhatian bahwa ketika Al-Qur’an disebut bersama-sama dengan wahyu-wahyu 
    yang lain, kata mubarak itu ditambahkan 
    sebagai menunjukkan satu pemberkatan yang kekal seterusnya tentang yang dimiliki 
    oleh benda itu.
    
    [235]
    
    
    
     
    
    
         Namun menurut Al-Qur’an itu sendiri.
    
    [236]
    
     kata itu juga digunakan untuk menggambarkan Isa. Ada banyak 
    benda yang sama-sama gambarannya dengan Al-Qur’an, tapi hanya ada satu 
    manusia, yaitu Isa Al Masih.  Al-Qur’an menyatakan bahwa ‘kalimat Allah 
    adalah yang tertinggi,’
    
    [237]
    
     begitu juga Isa Firman Allah itu, bukan satu tokoh percakapan 
    tapi dalam kenyataan.  Dia ada bersama 
    Allah.
         Jika Al-Qur’an dipanggil mubarak, 
     begitulah juga Isa.
         Jika kalimat Allah adalah yang tertinggi, 
    begitulah juga dengan Isa.
         Jika Firman Allah menyebabkan manusia 
    mendapat Kehidupan Kekal, begitu juga Isa.  
    Dan kita bertanya: Bagaimana sesuatu yang bersifat sementara bisa memberi 
    sesuatu yang kekal?  Akhirulkalam, 
    jika Firman Allah itu kekal, begitu juga Isa Al Masih.
Nama Keagungan Allah 
    
     
    
    
Isa 
    juga disamakan dengan Nama Keagungan Allah.  
    Dalam mencoba menerangkan identias Roh Suci dalam ungkapan Al-Qur’an “Kami perkuatkan dia dengan Roh 
    Suci”, para mufasir mengatakan Roh Suci ialah Nama Keagungan Allah.  Baidawi contohnya, mengulas :
‘Dengan Roh Suci’ diartikan Jibril, atau roh Isa...atau 
    Nama Keagungan di mana Isa sebagai yang membangkitkan orang mati.
    
    [238]
    
    
    
     
    
    
         Mengapa mereka memilih Nama Keagungan 
    Allah sebagai arti kepada Roh Suci?  Karena 
    Nama Keagungan Allah mempunyai kuasa yang melekat untuk membangkitkan orang 
    mati.  Dan Isa juga telah memanifestasikan 
    kekuasaan itu.
         Jika para mufasir telah menyatakan bahwa 
    ‘diperkuat dengan Roh Suci’ itu berarti roh Isa dan berhenti di sana, kita 
    akan mengerti bahwa kuasa membangkitkan orang mati itu kepunyaan pribadi Isa, 
    dan dia adalah sumbernya.  Jadi untuk 
    menerangkan bagaimana Isa bisa membangkitkan orang mati jika kuasa itu bukan 
    melekat dalam rohnya, mereka mengatakan bahwa Isa mempunyai jalan ke Nama 
    Keagungan Allah (yang sebenarnya lebih mulia dan tinggi lagi daripada jika 
    Isa mempunyai kuasa itu melekat pada dirinya).
         Kita bisa merasakan dilema yang dialami 
    oleh para mufasir mengenai sumber kuasa Isa.  
    Razi mengatakan:
Adakah mungkin untuk mengatakan bahwa Allah memberi 
    kepada roh Isa satu ciri istimewa, supaya setiap kali Isa menghembus kepada 
    sesuatu, nafas itu akan pasti menyebabkan kehidupan kepada benda itu?  Atau untuk mengatakan bukan begitu, tetapi 
    bahwa Allah yang Maha Tinggi itulah yang menciptakan kehidupan di dalam tubuh 
    yang ditiup oleh Isa...sebagai satu cara untuk melakukan mujizat?  Pendapat yang kedua adalah benar atas kata-kata 
    Allah (Dia mencipta kematian dan kehidupan). 
    
    [239] 
    
     
    
    
         Kita setuju dengan Razi seratus peratus.  
    Dalam pribadi Isa, Allah yang Maha Tinggi itulah yang mencipta kehidupan 
    di dalam benda-benda yang Isa tiupkan. Dalam pribadi Isa, Allah yang Maha 
    Tinggi itulah yang membangkitkan orang mati atas perintah Isa kepada orang 
    mati itu.
         Dalam pribadi Isa, Allah yang Maha Tinggi 
    itulah yang membersihkan manusia dari dosa-dosa mereka atas  ucapan kata-kata Isa kepada mereka.  Dalam pribadi Isa, Allah yang Maha Tinggi itulah 
    yang memberi Kehidupan Kekal kepada manusia atas janji Isa kepada mereka. 
    Dalam pribadi Isa, Allah yang Maha Tinggi itulah yang dimanifestasikan dan 
    dinyatakan kepada umat manusia. Sebab itu tidak heran bahwa Isa disamakan 
    dengan Nama Keagungan Allah, karena Nama Allah menyatakan Allah kepada umat 
    manusia.
         Sekali lagi, perhatikan bagaimana fakta 
    ini datang bersama dengan hasil kajian kita lainnya.  Kepercayaan bahwa Isa diperkuat dengan Nama Keagungan Allah disebut 
    dalam konteks dia diperkuat dengan Roh Suci.  Razi memberitahu kita bahwa ‘pemberian esklusif’ Roh Suci kepada 
    Isa merupakan ‘ciri yang paling istimewa’. Penguatan itu adalah berkesinambungan, 
    karena Roh Suci berjalan dengan Isa ke mana saja dia pergi
    
    [240]
    
     dan tidak meninggalkannya walaupun untuk sejam.
    
    [241]
    
      Karena itulah kita bisa mengerti bahwa Isa 
    tidak saja mempunyai satu jalan mencapai Nama Keagungan Allah secara periodik, 
    tetapi secara berkesinambungan sepanjang hidupnya.
         Sekarang, bagaimanakah Nama Keagungan 
    Allah (yaitu yang tidak dicipta dan seperti Al-Qur’an) 
    merupakan abdi dari kehendak Isa, jika Isa hanyalah satu makhluk biasa?  Jika Isa bukan Ilahi tetapi tercipta, bagaimana 
    dia, satu makhluk biasa, dapat ‘menggunakan’ Nama Keagungan Allah yang tidak 
    tercipta itu? Kemampuan Isa untuk menggunakan Nama Keagungan Allah itu mengandung 
    arti satu kebebasan kehendak untuk menggunakan kuasa Keagungan yang terbesar 
    itu.
         Hanya yang tidak tercipta saja yang bisa 
    menggunakan atau mengendalikan yang tercipta, bukan sebaliknya. Jadi pemakaian 
    kuasa Nama Keagungan Allah oleh Isa itu hanya bisa mungkin jika dia berada 
    satu tingkat yang sama dengan Nama itu, yakni yang tidak tercipta. 
         Kita harus bertanya: Siapakah dia yang 
    Allah percayai dengan kuasa yang paling berkuasa di dalam seluruh alam ini?  
    Al-Qur’an menyatakan tentang ‘manusia yang tidak signifikan’ – bila 
    dipercayakan dengan satu derajat kuasa yang begitu terbatas, dia menyalah-gunakannya 
    dan justru menjadi musuh Allah.
Dan apakah manusia tidak memperhatikan bahwa Kami 
    telah menciptakannya dari setetes air mani, tetapi kemudian menjadi musuh 
    Kami seterang-terangnya?
    
    [242]
    
    
          Tapi ini tidak benar bagi Isa.  Kuasa yang paling berkuasa dalam seluruh alam 
    bukanlah satu yang dia upayakan dengan kerja keras untuk mendapatkannya. Tidak. 
    Kuasa miliknya secara alami dari keabadian, seperti Qashani mengatakan ketika 
    mengulas makna ‘dengan izin Allah’. 
    
    [243] 
    
     Kemampuan Isa menggunakan Nama Keagungan Allah hanya bisa 
    menjadi satu yang mungkin jika Isa Al Masih adalah Ilahi.
Wajah Kehidupan Yang Akan Datang 
Dalam 
    memperbincangkan tentang pengetahuan akan Allah, Ghazali mengatakan, ‘Tidak 
    ada seorangpun yang bisa mengerti akan seorang raja kecuali seorang raja’.
    
    [244]
    
     Memang Ghazali mengatakan kita semua adalah raja-raja  miniatur,
    
    [245]
    
     dan sebab itu kita mempunyai hak untuk mengetahui Allah.
         Tapi bolehkah seorang raja benar-benar 
    mengenali Raja segala raja? Ini adalah seperti seorang raja yang primitif 
    yang berkuasa atas masyarakat yang makan daging manusia, yang tidak mungkin 
    akan mengerti raja-raja moden yang penuh kebesaran dan beradab.
         Kita semua berada dalam derajat spirituil 
    rasa bersalah yang berlainan makan daging manusia; seperti yang dinyatakan 
    oleh Al-Qur’an: 
Hai orang-orang yang beriman! Jauhilah kebanyakan 
    prasangka buruk.  Sesungguhnya kebanyakan 
    prasangka buruk itu, adalah dosa. Janganlah mencari-cari  
    kesalahan orang, dan janganlah bergunjing antara sesamamu.Adakah sesorang 
    di antaramu yang mau makan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu hal itu 
    menjijikkan kepadamu. 
    
    [246] 
    
    
         Hal ini dan banyak lagi bentuk dosa yang 
    lain mencemarkan jiwa kita dan menghitamkan ciptaan baik Allah, membuat kita 
    menjadi tahanan penjara nafsu dan kebiasaan. Sesungguhnya kita adalah debu; 
    dan apa kaitannya debu dengan Raja segala raja?
         Namun ketika kita semua hidup dalam kerendahan 
    bumi yang membusuk, ada seorang yang tinggal sepanjang hidupnya di ‘Kemahaan 
    Keluhuran Ilahi’
    
    [247]
    
    , walaupun dia berada dalam bentuk manusia.  
    Inilah raja yang mengetahui Allah Raja itu. Dalam dua perkara dia seorang 
    saja yang layak untuk menyatakan Raja itu dan membela atau menjadi penengah 
    di antara manusia dengan raja itu.
         Pertama, tidak ada orang yang bisa membela 
    di depan Raja itu kecuali dia yang kenal akan Dia seperti yang Dia harus dikenali. 
    Dan tidak ada seorangpun yang kenal Raja itu kecuali seorang raja, yakni yang 
    datang dari Raja dan tinggal bersama Raja itu.
         Kedua, tidak ada orang yang bisa membela 
    karena manusia tidak tahu kodrat dan sanubari seorang manusia.  Tidak ada seorang pun yang seperti Isa mematuhi 
    Allah dan melawan untuk Allah serta sengsara bagi Allah. Pengetahuannya tentang 
    kesengsaraan manusia  serta sifat hambanya 
    yang sempurna, melayakkannya untuk menjadi wakil umat manusia, sama seperti 
    pengetahuannya tentang Allah melayakkannya untuk menjadi wakil Ilahi.
         Mereka yang melanggar peraturan Raja itu 
    tidak boleh membela orang lain.  Hanya 
    dia yang telah memelihara dan mematuhi semua peraturan yang bisa mempunyai 
    jalan untuk ke hadirat Raja.  Dan sesungguhnya, 
    seperti yang telah kita lihat, inilah tempat di mana Isa kini berada – yakni 
    di dalam hadirat Allah untuk membela, berdoa syafat dan menengahi bagi pihak 
    umat sejati-Nya.
         Al-Qur’an 
    menggambarkan Isa sebagai ‘...orang terhormat di dunia dan di akhirat, dan 
    termasuk orang-orang yang dekat kepada Allah’. 
    
    [248] 
    
     Komentar Baidawi bahwa ‘keunggulan di kehidupan ini adalah 
    nubuat, dan di kehidupan akan datang ialah doa syafat’ 
    
    [249] 
    
     yang diulas lebih lanjut oleh Razi:
Isa dibedakan (wajih) dalam kehidupan dunia ini, karena permohonannya dikabulkan.  
    Dia bisa menghidupkan orang yang mati dan menyembuhkan yang buta dan 
    kusta dengan doa-doanya.  Dia besar atau megah (wajih) di kehidupan akhirat karena Allah membuatnya bisa membela dan 
    menyelamatkan umatnya yang benar dan Allah  menerima segala doa syafatnya bagi  mereka
    
    [250]
    
    .
    
     
    
    
         Jika Isa bukannya Ilahi dia pasti tidak 
    dapat membela/berdoa syafat, karena tidak ada orang yang bisa berdoa syafat 
    kecuali dia yang seorang raja dari Allah.  
    Sesungguhnya, itulah yang dimaksudkan dengan gelar ‘Al Masih’.  Mufasir Qasemi mengatakan:
Maksud asal gelar itu [‘Al Masih’] ialah seperti 
    berikut: menurut hukum mereka yang dinyatakan, siapa saja Imam [pemimpin agama] 
    mengurapi dengan urapan suci, akan menjadi suci, layak untuk kerajaan itu 
    dan pengetahuan dan derajat orang saleh yang tinggi, dan diberkati.  
    Maka Allah Yang Maha Tinggi telah nyatakan, dengan gelar itu, bahwa 
    Isa adalah berada dalam keadaan yang senantiasa diberkati akibat dari pengurapan 
    tersebut, walaupun dia tidak diurapi secara fisik. 
    
    [251] 
    
    
         Isa sememangnya diurapi Allah, bukan oleh 
    manusia.  Dia ialah raja atas segala 
    kerajaan Allah.  Dia adalah satu-satunya 
    orang yang layak untuk menjadi pendoa syafat (perantara) di depan Allah bagi 
    pihak umat manusia, dan sebab itulah dia adalah orang yang memastikan kehidupan 
    datang kepada manusia.
  
    
      
    
    
Kesimpulan 
Jalan 
    Allah adalah jelas, lurus dan konsisten.  
    Tujuan Allah tidak bergantung pada terkaan tipis dan halus. Bila Allah 
    membuat satu hal, Dia membuat satu yang kuat yang tidak bisa digerakkan, karena 
    takdir keabadian manusia bergantung kepadanya.
         Jika Isa hanyalah seorang manusia biasa 
    seperti Musa dan Ibrahim dan Ishak, mengapa Allah memberkahi dia dengan segala 
    kualitas Ilahi?  Jika dia hanyalah 
    satu makhluk, mengapa Allah tidak membiarkan saja dia dilahirkan secara alami 
    dengan persetubuhan antara pria dan wanita?  
    Dan mengapa Allah tidak membenarkan dia berdosa dan bertobat dan  meminta ampun sepanjang hayatnya seperti nabi-nabi 
    yang lain?  Atau memberinya kuasa untuk 
    menyembuh sebagian orang tapi tidak dengan kuasa untuk membangkitkan orang 
    mati atau kuasa untuk mencipta?  Mengapa Allah tidak membiarkan dia wafat seperti kita semua agar 
    jasadnya kekal di dalam kubur?  Mengapa 
    Allah tidak melakukan sedemikian rupa?  Jika 
    Dia melakukan demikian, tidak ada orang yang berani menganggap Isa lebih penting 
    dari yang biasa, apalagi ilahi.
         Bila Allah mencipta Adam, Al-Qur’an memberitahu kepada kita Dia berfirman 
    kepada para malaikat:
Setelah Aku sempurnakan bentuknya dan Aku tiupkan 
    roh ciptaa-Ku kedalamnya, hendaklah kalian tunduk, bersujud kepadanya.  
    Maka bersujudlah malaikat itu semuanya kecuali Iblis, ia enggan sujud 
    bersama-sama dengan mereka. 
    
    [252] 
    
    
         Jika seseorang yang dihembus ke dalamnya 
    Roh Allah (yang bukan satu makhluk ciptaan) menyebabkan kehidupan manusia 
    hadir di dalam Adam, apa lagi dengan penguatan secara berterusan Roh Suci 
    yang menyebabkan Kehidupan Allah hadir di dalam manusia Isa?
         Kehidupan manusia disebabkan oleh satu 
    nafas dalam Adam sampai ke hari akhir, agar Adam kembali kepada tanah.  Tapi Kehidupan Ilahi yang disebabkan oleh penguatan 
    secara langsung Roh Suci dalam Isa tidak ada habisnya, dan Isa kembali kepada 
    Allah.  Nafas yang diberikan kepada 
    Adam telah menyebabkan kehidupan manusia berlanjut sampai ke zaman kita dalam 
    keturunan Adam, walaupun setiap generasi berakhir dengan kembali kepada tanah.  
    Tetapi penguatan yang kesinambungan dengan Roh Suci kepada Isa berlanjut 
    sampai ke zaman kita dalam keturunan spirituil Isa, dan akan terus sepanjang 
    keabadian untuk setiap orang yang menyerahkan hidupnya kepada Allah melalui 
    Isa Al Masih.
         Isa adalah Firman Allah, Kuasa Allah dan 
    Penghakiman Allah. Selama lebih dari 2000 tahun (sejak kedatangannya yang 
    pertama) dia sudah berada bersama Allah, di atas semua malaikat dan manusia, 
    menikmati wajah Allah dan dikasihi oleh Allah.  
    Kini masanya untuk kembali sudah dekat. Mampukah setiap orang untuk 
    tidak menghiraukannya? Apakah anda mampu tidak menghiraukan orang yang akan 
    datang menghakimi seluruh umat manusia, seperti yang seringkali dinyatakan 
    oleh Hadis?  Apakah anda mampu untuk 
    tidak menghiraukan orang yang memegang di dalam tangannya kunci-kunci bagi 
    setiap jiwa manusia?
         Pada suatu hari ada seorang yang membeli 
    ikan di pasar yang terletak di tepi pantai yang nampak satu jenis yang dia 
    sukai.  Untuk memastikan kesegaran 
    ikan itu, dia membelah perut ikan itu untuk melihat kesegarannya.  Ada orang di sekitar tempat itu tersenyum sementara 
    yang lainnya mentertawakannya. Baru dia sadari ikan itu meronta-ronta dalam 
    tangannya karena ikan itu masih hidup.
         Semua upayanya adalah sia-sia belaka.  
    Gerakan ikan itu merupakan bukti yang kuat bahwa ikan itu lebih baik 
    daripada ikan lainnya yang sudah mati di seluruh pasar itu. Dengan seekor 
    ikan yang masih hidup anda tidak perlu menjadi seorang pakar untuk memberitahu 
    apakah ikan itu segar atau tidak; anda bisa membuat pilihan walau dengan mata 
    yang tertutup.
         Isa Al Masih bukan saja hidup tetapi juga 
    memiliki kualitas Kehidupan yang membuatnya bisa berada bersama Allah yang 
    Maha Kuasa.  Anda tidak perlu menjadi 
    seorang pakar dalam teologi atau perbandingan agama untuk membuat keputusan 
    hidup anda mengenai dia. Anda tidak perlu mempunyai pelajaran yang tinggi 
    atau cerdik-pandai untuk mengikut Isa Al Masih.  
    Allah telah membuat segalanya mungkin bagi umat manusia, dari yang 
    terkecil sampai yang terbesar, untuk memilih kehidupan.
         Jika kemampuan untuk mencari kebenaran 
    itu hanya terbatas bagi yang terpelajar, mereka yang tidak berpelajaran akan 
    mempunyai alasan, dan Allah akan dikenali sebagai Allah orang-orang ‘terpelajar’ 
    saja.  Tapi Allah membuatnya mungkin 
    bagi semua orang untuk memilih kehidupan.
         Bukti Allah mengenai keilahian Isa Firman-Nya 
    itu begitu jelas. Allah telah menekankan keilahian Isa dalam semua cara yang 
    mungkin: Pertama, dengan gelar-gelar yang Dia berikan kepada Isa. Kedua, dengan 
    perbuatan-perbuatan Isa.  Ketiga, dengan 
    sifat-sifat Isa.  Keempat, dengan keadaan 
    dan kedudukan Isa.  Satu titik dalam Geometri dibuat bila dua garis bersilang.  Satu titik dalam satu pertikaian dibuat bila 
    alasan utama dibuktikan  berkali-kali 
    dengan cara yang berlainan.  Begitu 
    juga Allah telah menegaskan keilahian Isa Firman-Nya itu dalam banyak cara 
    yang berlainan seperti yang ditunjukkan dalam diagram di bawah.  Sepuluh garisan di bawah bersilangan pada satu 
    titik.  Allah Yang Maha Kuasa itu telah 
    berulang-kali membuat satu alasan/titik mengenai sifat dasar Isa Firman-Nya.  
    Titik itu ialah: Isa Al Masih datang dari Allah, Isa Al Masih adalah 
    Ilahi.
         Allah 
    yang Maha Tinggi sendiri memberi putusan-Nya dan membangkitkan Isa untuk bersama 
    ke sisi-Nya.  Logika Allah itu berkuasa 
    dan berterus-terang.  Allah dalam mengangkat 
    Isa untuk bersama dengan-Nya, telah mengangkatnya ke tempat terhormat, layak 
    disembah  seperti Allah Sendiri.  
    Setiap kali seseorang membungkukkan lututnya untuk menyembah Allah, 
    dia juga sebenarnya membungkukkan lututnya kepada Isa Firman Allah itu.  
    Tindakan-tindakan Tuhan adalah final, agar tidak ada seorangpun memandang 
    ringan tindakan terakhir-Nya (yaitu kemunculan Isa Al Masih).  
Kepada mereka yang enggan mengakui Isa sebagai Firman Allah yang Abadi, akan juga membungkukkan lutut mereka pada Isa di masa kemunculannya nanti. Inilah realiti.Tidak ada seorangpun yang dapat berdebat dengan Allah. Apakah putusan anda sama dengan putusan-Allah? Isa Al Masih adalah hidup bersama Allah – pilihlah dia sekarang juga untuk memperolehi jaminan anda bagi Kehidupan yang Kekal Jannatulnaim.
_____________________________________________
      
      [117]
      
       Al-Qur’an, 15:29.
      
      [118]
      
       Al-Qur’an, 21:91 dan 66:12.
      
      [119]
      
       Qashani, mengulas Fusus al-Hikam,  hal.  172.
      
      [120]
      
       Al-Qur’an, 3:49 dan 5:110. 
      
      [121]
      
       Qashani, mengulas Fusus al-Hikam,  hal.  178. 
                      
      
      [122]
      
       Ibid.
      
      [123]
      
       Suyuti, mengulas ayat Al-Quran, 
      3:39, berkata: ‘seorang pemanggil dari Syurga berkata bahwa Yahya adalah 
      di antara mereka yang terbesar yang dilahirkan oleh wanita’ 
      
      [124]
      
       Al-Qur’an, 3:39.
      
      [125]
      
       Jalalyn, mengulas ayat Al-Qur’an, 
      3:39.
      
      [126]
      
       Razi, al-Tafsit Al-Kabir, mengulas 
      ayat Al-Qur’an, 3:39.
      
      [127]
      
       Ibn Kathir, mengulas ayat Al-Qur’an, 3:39.  Lihat juga ulasan Tabari atas ayat yang sama.
      
      [128]
      
       Razi, Al-Tafsir Al-Kabir, mengulas 
      ayat Al-Qur’an, 19:7.
      
      [129]
      
       Al-Qur’an, 22:73
      
      [130]
      
       Al-Qur’an, 3:49  dan 5:110
      
      [131]
      
       Al-Qur’an, 20:17-20.
      
      [132]
      
       Al-Qur’an, 27:10.
      
      [133]
      
       Al-Qur’an, 7:117.
      
      [134]
      
       Al-Qur’an, 2:60.
      
      [135]
      
       Al-Qur’an, 26:63.
      
      [136]
      
       Al-Qur’an, 3:39.
      
      [137]
      
       Ibn ‘Araby, Al-Fotuhat Al-Makkiah, 
      2:51, 52.
      
      [138]
      
       Ibid.
      
      [139]
      
       Al-Qur’an, 2:260.
      
      [140]
      
       Ungkapan ini hadir dua kali dalam Al-Qur’an, 
      3:49 dan empat kali dalam Al-Qur’an, 
      5:110.
      
      [141]
      
       Untuk rujukan, sila lihat ayat-ayat berikut dalam Al-Qur’an, 14:43; 35:32; 58:10; 2:213; 3:14 dan 166; 7:58.
      
      [142]
      
       Al-Qur’an, 35:32.
      
      [143]
      
       Al-Qur’an, 2:249.
      
      [144]
      
       Al-Qur’an, 59:5.
      
      [145]
      
       Al-Qur’an, 14:25.
      
      [146]
      
       Qashani, ulasan atas Fusus al-Hikam,  
      hal.  175.
      
      [147]
      
       Al-Qur’an, 3:48.  Lihat juga 5:110.
      
      [148]
      
       Qashani, ulasan atas Fusus al-Hikam,  
      hal.  173.
      
      [149]
      
       Al-Qur’an, 36:78, 79.
      
      [150]
      
       Abd Al-Karim Al-Jilani, al-Insan al-Kamel (The Perfect Man), Jilid 2,  
      hal.  8. Al-Matba’ah Al-Azhareiah, Cairo, 1328H.
      
      [151]
      
       Qashani, mengulas Fusus al-Hikam,  hal.  181.
      
      [152]
      
       Ibid.
      
      [153]
      
       Abd Al-Karim Al-Jilani, al-Insan al-Kamel (The Perfect Man), Jilid 2,  
      hal.  9. Al-Matba’ah Al-Azhareiah, Cairo, 1328H.
      
      [154]
      
       Al-Tirimizi, Kitab Khatm Al-Awliya, 
      Disunting oleh Othman I. Yahya, Imperial Catholoque, Beirut,  hal.  457-458.  
      Dipetik dari Nawader Al-Osul,  hal.  157-158.
      
      [155]
      
       Al-Qur’an, 3:55.
      
      [156]
      
        Al-Qur’an, 35:19-22.
      
      [157]
      
       Sahih Bukhari, Arabic-English, 
      Dar al-Fikr, Jilid IV, Hadis no. 457. Lihat juga Jilid IX, Hadis no. 477.
      
      [158]
      
       Al-Qur’an, 7:143.
      
      [159]
      
       ‘Abd ‘Al-‘Aziz ‘Ezedin Assirawan, Al-Mo’gam 
      al-Game’ la-Garib Mofradat al-Qur’an al-Karim, Edisi Pertama, Dar Al-‘Elm 
      Lelmalayeen, Lebanon, 1986,  hal.  240.
      
      [160]
      
       Al-Qur’an, 4:171.
      
      [161]
      
       Razi, Al-Tafsir Al-Kabir, ulasan 
      atas ayat Al-Qur’an, 4:158.
      
      [162]
      
       Ibrahim Al-Qatan, mengutip Dr. Mustafa Mahmoud, Taysir Al-Tafsir, Jilid 3,  hal.  
      6.
      
      [163]
      
       Ghazali, The Alchemy of Happiness, 
      John Murry, London, 1910,  hal.  41.
      
      [164]
      
       Sahih Bukhary, Arabic-English, 
      Dar al-Fikr, Jilid 8, Hadis no. 408.
      
      [165]
      
       Iibid., Jilid 6, Hadis no. 236.
      
      [166]
      
       Ayoub, Mahmoud M, ‘Towards an Islamic Christology II’, Yhe Muslim World, Jilid LXX, No.2, April 
      1980,  hal.  93.
      
      [167]
      
       Al-Tirimizi, Kitab Khatm Al-Awiliya, 
      Suntingan Othman I. Yahya, Imperial Catolique, Beirut,  hal.  457-458.  
      Dipetik oleh Nawader Al-Osul,  hal. 
       157-158.
      
      [168]
      
       Ibrahim Al-Qatan, Taysir Al-Tafsir, 
      Jilid 3, memetik Dr. Mustafa Mahmoud,  hal.  reh dari huruf Arab.
      
      [169]
      
       Abd Al-Karim Al-Jilani, The Perfect 
      Man, Jilid 2,  hal.  37.
      
      [170]
      
       Abd Al-Karim Al-Jilani, al-Insan 
      al-Kamel (The Perfect Man), Jilid 2,  
      hal.  8.
      
      [171]
      
        Al-Qur’an, 19:31.
      
      [172]
      
       ‘Abd Al-Tafahum, The Muslim World, 
      Jilid XLVI, No.2, April 1956,  hal.  133.
      
      [173]
      
       Al-Qur’an, 19:39: ‘Bayi itu 
      berkata: “Sesunnguhnya aku ini seorang hamba Allah, akan diberi-Nya Kitab 
      Injil kepadaku, dan akan dijadikan-Nya aku seorang Nabi! Dan dijadikan-Nya 
      pula aku seorang Pembawa Bahagia dimana saja aku berada.”
      
      [174]
      
       Nurbakhash, Javad, Jesus in the 
      Eyes of the Sufis, Khaniqahi-Nimatullahi Publications, London, 1983,  hal.  32.
      
      [175]
      
       Ibid.,  hal.  26.
      
      [176]
      
       Nurbakhash, Javad, Jesus in the 
      Eyes of the Sufis, Khaniqahi-Nimatullahi Publications, London, 1983,  hal.  32.
 
      
      [177] 
      
       Ayoub, Mahmoud M, Towards an Islamic Christology II, The Muslim World, Jilid LXX, April 1980, 
      No.2,  hal.  109.
      
      [178]
      
       Nurbakhash, Jesus in the Eyes of 
      the Sufis,  hal.  27.
      
      [179]
      
       Nurbakhash, Jesus in the Eyes of 
      the Sufis, dipetik dari ‘Attar Diwan,  
      hal.  27.
      
      [180]
      
       Nurbakhash, Jesus in the Eyes of 
      the Sufis,  hal.  53-54.
      
      [181]
      
       Mohamoud Muhammad Taha, The Second 
      Message of Islam, Sudan,  hal.  
      136.
      
      [182]
      
       Sahih Bukhari, Arabic-English, 
      Dar al-Fikr, Jilid IV, Hadis No. 501.
      
      [183]
      
       Sahih Bukhari, Arabic-English, 
      Dar al-Fikr, Jilid VIII, Hadis No. 319. Berikut ialah satu contoh Muhammad 
      meminta pengampunan: “Ya Allah! Basuhlah dosa-dosa aku dengan air dari salju 
      dan hujan batu, dan bersihkanlah hatiku dari segala dosa seperti sehelai 
      jubah putih yang dibersihkan dari kotoran, dan biarlah adanya satu jarak 
      yang jauh antara aku dan dosa-dosaku, seperti Engkau meisahkan Timur dari 
      Barat.” Sahih Bukhari, Arabic-English, 
      Dar al-Fikr, Jilid VIII, Hadis No. 379.
      
      [184]
      
       Ibn al_khatib, al-Furqaan, Dar 
      al-Kutub al-‘Elmeiah, Beirut,  hal.  
      12.
      
      [185]
      
       Al-Qur’an, 20:120-121..
      
      [186]
      
       Al-Qur’an, 20:123.
      
      [187]
      
       Al-Qur’an, 21:101-103.
      
      [188]
      
       Razi, Al-Tafsir Al-Kabir, mengulas 
      ayat Al-Qur’an, 3:52.
      
      [189]
      
       Baidawi, mengulas ayat Al-Qur’an, 4:170.
      
      [190]
      
       Baidawi, mengulas ayat Al-Qur’an, 3:39.
      
      [191]
      
       Baidawi, mengulas ayat Al-Qur’an, 5:113.
      
      [192]
      
       Razi, al-Tafsir al-Kabir, ulasan 
      atas ayat Al-Qur’an, 2:87.
      
      [193]
      
       Dalam Al-Qur’an terdapat beberapa 
      kata-kata yang berlainan yang boleh diterjemahkan sebagai dosa.  Mereka adalah sinonim antara satu sama lain, 
      jika tidak diampuni maka hukumannya ialah Neraka seperti yang didapati dari 
      rujukan ayat berikut. [Lihat Al-Qur’an 
      3:16 dan 55:39 Zanb; 3:178 dan 4:48 Ethm; 2:81 dan 71:25 Khati’ah; 27:90, 
      4:18 dan 42:48 Saye’ah].
      
      [194]
      
       Al-Qur’an, 12:53.
      
      [195]
      
       Sahih Bukhari, Arabic-English, 
      Dar al-Fikr, Jilid IV, Hadis no. 501.
      
      [196]
      
       Al-Qur’an, 2:81.
      
      [197]
      
       Al-Qur’an, 3:193,194.
      
      [198]
      
       Al-Qur’an, 26:78-82.
      
      [199]
      
       Al-Qur’an, 4:163.
      
      [200]
      
       Al-Qur’an, 18:16.
      
      [201]
      
       Al-Qur’an, 38:24.
      
      [202]
      
       Al-Qur’an, 94:1-3.
      
      [203]
      
       Al-Qur’an, 48:2.  Lihat juga Al-Qur’an, 40:55, 4:106 dan 47:19.  
      Al-Qur’an, mencatatkan 
      beberapa dari dosa-dosa ini.  Lihat 
      Al-Qur’an, 9:43 dan 80:1.
      
      [204]
      
       Sahih Bukhari, Arabic-English, 
      Dar al-Fikr, Jilid VIII, Hadis No. 319. Berikut ialah satu contoh Muhammad 
      meminta pengampunan: “Ya Allah! Basuhlah dosa-dosa aku dengan air dari salju 
      dan hujan batu, dan bersihkanlah hatiku dari segala dosa seperti sehelai 
      jubah putih yang dibersihkan dari kotoran, dan biarlah adanya satu jarak 
      yang jauh antara aku dan dosa-dosaku, seperti Engkau memisahkan Timur dari 
      Barat.” Sahih Bukhari, Arabic-English, Dar al-Fikr, 
      Jilid VIII, Hadis No. 379.
      
      [205]
      
       Sahih Bukhari, Arabic-English, 
      Dar al-Fikr, Jilid VIII, Hadis No. 408.
      
      [206]
      
       Sahih Bukhari, Arabic-English, 
      Dar al-Fikr, Jilid V, Hadis No. 715: ‘Ya Allah! Ampunilah aku, dan limpahkanlah 
      berkat-mu ke atasku.’
      
      [207]
      
       Nurbakhash, Jesus in the Eyes of 
      the Sufis,  hal.  53.
      
      [208]
      
       Baidawi, mengulas ayat Al-Qur’an, 
      5:113.
      
      [209]
      
       At-Tirimizi, Kitab Khatm Al-Awliya, 
      Disunting oleh Othman I. Yahya, Imperial Catolique, Beirut,  hal.  162.
      
      [210]
      
       Hendy, Jilid 17, Hadis No. 919.
      
      [211]
      
       Al-Qur’an, 36:78,79.
      
      [212]
      
        Hendy, Jilid 18, Hadis No. 803.
      
      [213]
      
        Hendy, Jilid 18, Hadis No. 814.
      
      [214]
      
       Abd Al-Karim Al-Jilani, The Perfect 
      Man, Part II,  hal.  52.
      
      [215]
      
       Al-Qur’an, 1:2-4.
      
      [216]
      
       Suyuti, mengulas ayat Al-Qur’an 
      6:158.
      
      [217]
      
       Fotuhat Makkiah,2:49-50.
      
      [218]
      
       Fotuhat Makkiah,2:49-50.
      
      [219]
      
       At-Tirimizi, Kitab Khatm Al-Awliya,  
      hal.  162.
      
      [220]
      
       Hendy, Jilid 17, Hadis No. 1018.
      
      [221]
      
       Hendy, Jilid 17, Hadis No. 1020.
      
      [222]
      
       Hendy, Jilid 18, Hadis No. 791; Lihat juga Sahih Muslim, Kitab Al-Fitan Wa Ashrat As-sa’ah (Edisi 
      Arab), bagian 20, nota kaki 4.
      
      [223]
      
       Yousef Al-Qaradawi, ‘Elewah Mostafa dan ‘Ali Gammar, At-Tawhid, Qatar, 1968,  hal.  167-168.
      
      [224]
      
       Razi, at-Tafsir al-Kabir, mengulas 
      ayat Al-Qur’an,4:171.
      
      [225]
      
       Baidawi, mengulas ayat Al-Qur’an, 
      3:39.
      
      [226]
      
       Baidawi, mengulas ayat Al-Qur’an, 
      2:87.
      
      [227]
      
       Sabaki, Al tabaqat al shafe’eiah 
      al Kubra, Jilid 6,  hal.  235.
      
      [228]
      
       Razi, at-Tafsir al-Kabir, mengulas 
      ayat Al-Qur’an,3:39.
      
      [229]
      
       Razi, at-Tafsir al-Kabir, mengulas 
      ayat Al-Qur’an,3:39.
      
      [230]
      
        Baidawi, mengulas ayat Al-Qur’an, 4:170.
      
      [231]
      
        Baidawi, mengulas ayat Al-Qur’an, 5:113.
      
      [232]
      
        Baidawi, mengulas ayat Al-Qur’an, 3:39.
      
      [233]
      
        Razi, at-Tafsir al-Kabir, mengulas ayat Al-Qur’an,3:39.
      
      [234]
      
       Razi, at-Tafsir al-Kabir, mengulas 
      ayat Al-Qur’an,4:171.
      
      [235]
      
       Maulvi Muhammad Ali, The Holy Qur’an, 
      Edisi 2, Ahmadiyya Anjunam. I. Ish’aat.I.Islam, Lahore, Punjab, India, catatan 
      kaki no.844,1920.
      
      [236]
      
       Al-Qur’an, 19:31.
      
      [237]
      
        Al-Qur’an, 9:40.
      
      [238]
      
       Baidawi, mengulas ayat iAl-Qur’an, 
      2:87.
      
      [239]
      
       Razi, at-Tafsir al-kabir, ulasan 
      ayat Al-Qur’an 3:49.
      
      [240]
      
       Razi, at-Tafsit al-Kabir, ulasan 
      ayat Al-Qur’an, 2:87.  Lihat juga ulasan Jalalyn atas ayat yang sama.
      
      [241]
      
        Razi, at-Tafsit al-Kabir, ulasan ayat Al-Qur’an, 
      3:52-55.
      
      [242]
      
       Al-Qur’an, 
      36:77.
      
      [243]
      
       Qashani, mengulas Fusus Al-Hikam,  hal.  175.
      
      [244]
      
       Ghazali, The Alchemy of Happiness, 
      John Murry, London, 1910,  hal.  35.
      
      [245]
      
       Ibid.
      
      [246]
      
       Al-Qur’an, 49:12
 
      
      [247] 
      
        Perkataan Arab ini bermakna ‘pengasingan 
      elemen anthropomorfis dari konsep ketuhanan’ (The Hans Wehr Dictionary of Modern Written Arabic, suntingan J M. 
      Cowan, Edisi 3, Spoken Language services, Ithaca, New York, 1976). 
      
      [248]
      
       Al-Qur’an, 3:45.
      
      [249]
      
       Baidawi, mengulas ayat Al-Qur’an, 
      3:45.
      
      [250]
      
       Razi, at-Tafsir al-Kabir, mengulas 
      ayat Al-Qur’an, 3:45.
      
      [251]
      
       Qasemi, mengulas ayat Al-Qur’an, 
      3:45.
 
      
      [252] 
      
       Al-Qur’an, 15:29-30.